(nowhere, april 2023)
kau tahu, untuk persiapan musim dingin yang panjang, bajing akan menyembunyikan biji-bijian di bawah tanah agar tidak dicuri oleh hewan lain. bajing akan menggali banyak lubang dan menyimpan biji-bijian di banyak tempat. tetapi, ketika bajing siap untuk makan, mereka malah lupa di mana letak biji-bijian itu. karena lupa, maka hal itu membuahkan sesuatu yang luar biasa. pepohonan baru mulai tumbuh. tanpa si bajing yang pelupa, semua biji-bijian akan dimakan dan pohon-pohon di hutan tidak akan tumbuh.
ketika memikirkan apa yang ditimbulkan oleh si bajing karena sifat pelupanya, aku merenungi sebuah perasaan yang beberapa waktu lamanya telah kubawa. sesekali kuraba untuk memastikan apakah ia masih di sana atau sudah tiada. sedikit pertanda jika ia masih ada, akan timbul sebuah perasaan sesak dan kelopak mata yang memanas, dan ketika itu sudah kurasakan, maka buru-buru kualihkan pikiran agar tidak berlanjut.
pada suatu malam, seperti biasa aku kesulitan memejamkan mata. aku sudah lama naik ke tempat tidur dan hanya memandang langit-langit kamar yang menggantung. sesekali menoleh ke tembok yang terkelupas dan memikirkan entah apa. seiring awan mengalir, di saat yang sama, tiba-tiba aku teringat dengan mantan kekasihku enam belas tahun lalu. terakhir kali aku ngobrol dengannya adalah enam tahun lalu ketika aku berkunjung ke surabaya setelah wisuda. obrolan kami pada masa itu hanyalah seputar rencana dan angan-angan yang akan kulakukan setelahnya. pada masa itu segalanya masih baik-baik saja. di tahun-tahun berikutnya, seiring banyak gejolak yang menekan hidupku dan membuatku menarik diri dari segala hal, kami hanya sekadar bertukar sapa melalui pesan singkat. lantas, beberapa hari yang lalu tiba-tiba saja aku mengingat mantan kekasihku itu dan sedikit merindukannya. tanpa menimbang banyak hal, aku meraih handphone, mencari kontaknya, dan menekan perintah panggil. akan menyenangkan jika panggilanku dijawab, begitu pikirku.
pada dering ketiga terdengar suara yang sangat kukenal, seolah ditarik ke masa lalu, perasaan sedih serta rindu yang begitu besar segera memenuhi seluruh tubuhku. suaraku tertahan, hatiku tidak karuan, aku seolah pulang dan menemui tempat untuk melebur segala kekacauan yang bertahun-tahun ini kupikul. air mataku buncah sebelum mengatakan apa-apa. berulang kali suara di seberang sana memanggil namaku, tetapi hanya suara tergetar menahan tangis yang kuperdengarkan. aku seolah ingin memeluk pemilik suara itu. aku merindukannya.
sungguh tidak sopan menganggu seseorang pada tengah malam, terlebih sambil menangis, tetapi aku tahu, mantan kekasihku itu akan selalu menerimaku, kecuali belasan tahun lalu ketika aku memohon agar dia kembali menjadi kekasihku setelah kuputuskan. jika bisa kembali ke masa itu, maka memutuskan hubungan kami adalah satu-satunya hal yang tidak akan kulakukan. akan kuperbaiki kebodohanku itu. bertahun-tahun kemudian, setiap kali ketika kami berada di obrolan singkat, dia selalu mengatakan begini, "jika saja kamu tidak memutuskan saya waktu itu, kamu sudah menjadi istriku saat ini." ada sedikit rasa sesal di nada suaranya, begitu pula di hatiku. sebuah penyesalan yang hampir-hampir tidak memiliki makna lantaran kami sudah tidak bisa berbuat apa-apa untuk mengembalikannya.
dengan semua yang telah kami lalui hingga akhirnya berada pada titik ini, nyatanya segala hal yang terjadi di masa lalu masih tersimpan rapi di sebuah tempat yang istimewa, meski sudah sangat jauh tetapi ingatan itu masih bisa kami rayakan dengan tawa dan tangis bahagia. kami bersyukur pernah berada di sana dan belajar banyak hal. satu hal yang kami sadari adalah cinta yang kami berikan satu sama lain belasan tahun lalu begitu berbeda dengan cinta yang kami berikan kepada seseorang istimewa di masa kini. dan sejujurnya, aku merindukan perasaan cinta dari belasan tahun lalu itu.
aku merindukan perasaan yang ditimbulkan ketika aku sangat dicintai oleh orang lain. aku adalah perempuan pelupa, dan mantan kekasihku itu begitu pandai mengais ingatan. dia membuatku bertemu kembali dengan diriku versi remaja. seorang gadis yang menerima ajakan pacaran sahabatnya sendiri. dia bernyanyi untukku, memberiku ciuman pertama, menghadiahiku nama yang indah dan banyak cincin di segala perayaan, mengajakku ke pantai lalu kutulis nama kami pada batang pohon ketapang, membuatku dimarahi mom karena terlalu sering bermain, tapi begitu setia menemaniku ke dokter di masa-masa sulit. semakin kami terus berbicara, semakin jelas ingatan itu menyusun kepingan-kepingan masa lalu yang memperlihatkan keindahan, kesedihan, dan amarah, hingga akhirnya kami tak lagi bersama. tidak bisa kuhindari perasaan yang hadir bahwa rindu terus berkembang di dadaku. lantas, aku membatin, "bisakah kita kembali?" sambil terus mendengarnya berbicara, aku menangis di sisi lain.
perbincangan kami malam itu seperti gerimis yang jatuh perlahan. hadir perasaan terselubung samar, lalu seolah berbisik di tengah tangisku yang diam-diam, "hingga saat ini aku masih menyayangimu." katanya. dan begitu juga denganku. aku menemukan di dalam kegelapan kamarku, seolah merogoh kantung kain yang sudah tua, kutemukan sebuah cinta orang dewasa yang tidak menggebu, ikhlas, dan penuh kesadaran bahwa kami tidak bisa lebih dari ini. kini, kami memiliki dunia masing-masing. kalaupun kami bertemu, maka hanya untuk memastikan apakah semuanya baik-baik saja? bagaimana kabarmu? di antara kami telah banyak jalan dan perjumpaan dengan orang lain yang akhirnya menimbulkan jarak panjang seumpama jutaan tahun cahaya.
jarak yang sangat luas dan obrolan kami yang terasa sangat panjang malam itu menghadirkan kesadaran yang mendalam tentang di mana letak kesalahan kami di masa lalu. seperti pintu yang akhirnya kami buka lebar dan saling berjanji untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan. "diam-diam aku masih selalu mencari tahu kabarmu." katanya lagi. dan begitu juga denganku.
kesadaran semacam ini juga kuperoleh dari sebuah perjalanan kecil. maksudku, di suatu hari yang tanpa jadwal kegiatan atau rencana apapun, aku melakukan perjalanan kecil dengan tujuan yang kubuat-buat, yaitu menemukan makna. maka hari itu, aku mendatangi bandara lalu berjalan ke arah pintu kedatangan. lantas, aku mencoba meresapi sebuah makna pertemuan melalui orang-orang yang ada di sekitarku. kupilih sebuah pintu kedatangan karena aku merasa sudah sangat lelah dengan kehilangan. aku menginginkan sebuah pertemuan yang berujung panjang.
sambil mengingatmu yang kujemput terakhir kali di pintu kedatangan itu, pandanganku merayap berkeliling mengamati banyak keindahan dan kelegaan yang terlihat dari pelukan serta tawa kecil orang-orang yang akhirnya bertemu setelah terpisah. dengan jelas segalanya kuresapi dan kubawa pulang ke rumah dengan tanda tanya yang memenuhi kepalaku, harus bagaimana jika kelak aku dihadapkan dengan sebuah pertemuan yang kunanti-nanti?
obrolan dengan mantan kekasihku pada tengah malam itu, juga memberikan kelegaan, seakan-akan aku bertemu dengan belahan jiwa yang ditakdirkan tidak bersama. karena itulah aku mengendurkan ketegangan bahuku, melepaskan dengan hati-hati segala sesak dan luka yang menyelimuti jiwa dan seluruh tubuhku selama ini. aku ingin membuang semuanya dan berlari begitu saja dari kamar ini.
nila.