sekali waktu aku kerap menemukan kelelahan pada diri sendiri, mengunyah pecahan getir yang selalu hadir di sela remah kue tiap pagi, lantas segelas kopi ialah air mata yang selalu berhasil mengeja ingatan.
terlebih, sebuah pagi kerap menghadiahi ujung mataku dengan hujan. membuatnya sembab dan kepalaku lembab oleh pekatnya tetesan sesak yang menjatuhkan bulir memenuhi dada. lantas, sekali lagi, ada jiwa yang merindukan tawa kita pada sepanjang musim yang berlalu.
pada sebuah sore, tuan, aku memimpikan ibu dan bapakmu. tampak bahagia bersanding di sebuah kursi tua rumahku. aku terbangun penuh peluh, mengharapkan peluk yang tak lagi akan kudapati di manapun pijakan kakiku terpasung.
beribu hari lamanya, mataku tak mengenal warna. hitam dan putih ialah wujud dari rasa yang tak ingin kubagi kepada siapa-siapa. tentu saja, aku merindukan tawa berwarna-warni, yang kerap kuangankan menjadi milik esok hari yang abu-abu. namun, kepada siapa akan kudapati itu, ketika pandangku hanya menghadirkan silam dan waktu kerap melangkah mundur.
terkadang, aku serupa pengemis yang menengadah meminta rupiah untuk menghilangkan ingatan. namun nyatanya, tak ada yang bisa melakukannya. sekejam itu kah sebuah kenangan, tuan? kerap membuatku terbaring sepanjang hari. serupa pesakitan yang menanti kematian tanpa eksekusi. dan bisu yang abadi.
***
P.S. i love you
