surat ke-133

(makassar, maret 2023)

betapa kenangan adalah hukuman, and. seharian ini kuhabiskan waktu dengan duduk menonton tv series yang saban hari kerap kita tonton bersama. kita gemar mengulas episode demi episode, berjam-jam lamanya, seolah pembahasan tidak akan habis. aku dapat mengingat segalanya dengan keadaan lengkap. seolah tersimpan dengan rapi di kedalaman yang tak bisa lagi kusentuh. seperti kau yang semakin jauh menapakkan kaki di mana tak bisa lagi kusaksikan garis senyum, juga kesal dari bibirmu. sembari mengingat semua itu, air mataku mulai menitik. mulanya hanya setitik bagai tetes air di jendela pada permulaan hujan. lantas, semakin deras dan mengeluarkan suara gemuruh yang tidak bisa kukendalikan. aku tidak merindukanmu, aku merindukan momen ketika hanya ada kita, ketika aku begitu percaya bahwa segalanya akan baik-baik saja.

kemarin aku mendapat kabar bahwa salah satu teman dekatku di kantor sedang bermasalah. kami semua, terutama aku tidak menyadari bahwa temanku ini sedang mengalami masa-masa sulit. mengingat kebersamaan kami selama ini membuat dadaku sesak. betapa aku merasa tidak peduli terhadapnya, tidak menanyakan apakah semuanya baik-baik saja? apakah hidupmu baik-baik saja? aku seolah menyalahkan diri sendiri atas sikap tidak peduliku. aku salah satu orang terdekatnya, seharusnya menanyakan keadaannya, meski itu hanya sekali. ketika ini kutulis, temanku itu sedang tidak bisa dihubungi. suaminya menyampaikan untuk memberi waktu untuknya beristirahat beberapa hari. dan tidak ada yang bisa kulakukan selain berdoa dan berharap dia akan baik-baik saja.

juga dalam sebuah perjalanan di siang hari yang cukup terik, aku menyaksikan sebuah adegan seorang perempuan yang ingin mengakhiri hidupnya dengan melompati jembatan. arus air di bawahnya cukup deras, maka kemungkinan jika perempuan itu berhasil lompat, dia akan terbawa arus entah sampai di mana. barangkali ketika ditemukan, perempuan itu sudah tidak bernyawa. aku hanya memikirkan, beban hidup seperti apa yang ditanggung perempuan itu hingga memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. aku bergidik membayangkan sebuah kematian yang begitu tragis. sirine ambulans akan terdengar dari kejauhan. orang-orang akan panik dan berkerumun dengan tanda tanya besar di kepala masing-masing.

nyatanya, hidup tidak selalu baik-baik saja, and. teman dekatku di kantor adalah salah satu perumpamaan bahwa meski terlihat baik-baik saja, tidak menjamin keadaan pikiran dan hati juga ikut baik-baik saja. lantas, aku semakin menyadari bahwa kehadiran orang-orang terdekat dan kesiapan untuk berbicara adalah hal yan penting dari segalanya. dan aku sangat bersyukur bahwa ketika berada di masa-masa tersulitku, kau adalah tempatku untuk pulang. meski pada akhirnya keadaan sulit yang kualami adalah cara di mana kau pada akhirnya membunuh segalanya dari dalam. pelan-pelan dan terencana.

nila.