aku benci bayu di bulan oktober; angin yang gemar bedodoran.
aku memang tak tahu bagaimana cara menyembunyikan perasaan,
bahkan kepadamu tuan. namun aku masih sama, tetap menjadikanmu
semesta meski mengingatku telah menjadi hal yang kau lupa.
setiap hari tuan, kakiku gaduh berusaha mengartikan setiap langkah yang kau
bagi tahun kemarin, sementara kepalaku seperti laguh-lagah jalanan ibu kota;
tak pernah berhasil membuatmu diam.
sebetulnya, bayu di bulan oktober seperti kau; akhirnya memilih pergi. dan
aku yang tak ingin kau ingat mengunyah airmata yang kerap jatuh dengan
sendirinya. rasanya begitu nyeri, tak lagi asin sebab kau adalah
sakit di kepalaku yang tak ingin kucari obatnya.
d.
_____
Makassar
Juli, 2014
