surat ke-33

(bogor, januari 2015)

hari ini tepat setahun,

aku masih ingat dengan jelas; senyuman, pelukan, bahkan amarah yang terjadi sekali waktu. sebenarnya, aku tak tahu harus menulis apa kali ini. setahun adalah waktu yang singkat, bukankah begitu? ada banyak hal yang terjadi namun sialnya aku masih begini-begini saja; perempuan yang kerap merindukanmu dengan tatapan mata kehilangan.

setahun yang lalu di ruang tamu rumahmu, setiap pagi kerap kuhabiskan waktu memandang cukup lama ke arah taman kecil di depan teras rumahmu; ada bangku kecil di sana dinaungi pohon mangga yang daunnya gugur setiap hari. dan selalu, seorang perempuan tua di jam yang sama memangkas daun tersebut dengan sapu lidi yang terlihat tak lebih renta dari tubuhnya yang bungkuk dibungkus kulit yang sudah keriput. terlihat tekun dan membuatku penasaran. namun tak sempat kutanyakan kepadamu waktu itu.

bagaimana kabar ibumu? bapakmu? semoga mereka selalu sehat. sejujurnya, dadaku sesak menulis ini. jelas karena aku merindukanmu, kali ini sangat besar dan di waktu yang bersamaan aku merasa kosong. aku ingat, tahun kemarin di sebuah bandara sebelum menaiki pesawat yang akan membawaku pulang ke rumah mom dan tentu saja membuatku semakin jauh darimu, aku sempat meneleponmu berulang kali namun tak ada jawaban, hingga akhirnya aku menyerah dan hanya mengirim pesan singkat untukmu. tak banyak yang kutulis waktu itu, hanya ucapan perpisahan (walau aku membenci kalimat-kalimat perpisahan) dan ucapan terima kasih untuk ibumu yang begitu baik padaku. kau tahu, aku begitu percaya bahwa setiap tempat menyimpan kenangan, entah setahun atau bertahun-tahun yang lalu.

kaupun pernah mengatakan bahwa sudah saatnya bagiku untuk melupakanmu dan mulai menjalin hubungan serius dengan pria lain. namun entahlah, hingga saat ini aku tak memikirkan hal seperti itu. aku hanya ingin menikmati kesendirian dan sebisa mungkin menghindari segala hal yang mungkin saja akan membuatku kembali dikepung perasaan sedih dan terluka. kuharap kau mengerti sebab masing-masing kita pernah merasakannya; kehilangan dan putus asa.

untuk hari-hari berikutnya, hiduplah dengan baik!

sebenarnya aku tak ingin menjadikan surat-suratku kepadamu seperti buku harian karena semua ini tak pernah kaubaca, namun kuharap suatu hari kau akan membacanya. barangkali aku tak harus menulis setiap hari untukmu. apakah sebulan dua kali cukup?

aku merindukanmu.



p.s. dua hari yang lalu aku sempat ke toko buku lalu membeli dua buah novel dari penulis favoritku. seperti biasa, belum kubaca satupun. keduanya hanya tergeletak di rak buku, barangkali liburan nanti akan kubaca sambil menghabiskan waktu di kota orang. 

dudul.