(bogor, januari 2015)
setelah menyeduh segelas kopi sore ini lantas aku membuka komputer portableku lalu mulai menulis lagi. pada mulanya aku berniat ingin menulis semua suratku di atas berlembar-lembar kertas lalu mengirimkannya padamu melalui jasa tukang pos, namun kemudian aku menyadari bahwa aku tak mengetahui alamat rumahmu sama sekali. meski kau tak ingin membacanya dan tak menyukai apa yang kutulis barangkali suatu hari aku akan benar-benar melakukannya, tentu saja dengan menanyakan alamat rumahmu pada adik lelakimu. dan ketika itu benar-benar terjadi kumohon kau tak perlu marah. diam saja dan jika kau ingin, kau bisa membakar semuanya.
setelah menyeduh segelas kopi sore ini lantas aku membuka komputer portableku lalu mulai menulis lagi. pada mulanya aku berniat ingin menulis semua suratku di atas berlembar-lembar kertas lalu mengirimkannya padamu melalui jasa tukang pos, namun kemudian aku menyadari bahwa aku tak mengetahui alamat rumahmu sama sekali. meski kau tak ingin membacanya dan tak menyukai apa yang kutulis barangkali suatu hari aku akan benar-benar melakukannya, tentu saja dengan menanyakan alamat rumahmu pada adik lelakimu. dan ketika itu benar-benar terjadi kumohon kau tak perlu marah. diam saja dan jika kau ingin, kau bisa membakar semuanya.
kau tahu, ketika melihat adik lelakimu ini rasanya aku seperti melihatmu, kalian benar-benar mirip. jika diberi kesempatan kembali setidaknya mengobrol dengan ibumu lagi aku ingin mengatakan padanya bahwa aku pernah mengangankan masa depanku bersamamu. bukankah itu terdengar lucu dan menggelikan? kau boleh tertawa. akupun ingin menceritakan padanya bahwa aku begitu bahagia ketika jumpa pertamaku denganmu.
sebelum meninggalkan rumahmu sore itu ketika berpamitan dengan ibu dan bapakmu, dan setelah kucium tangan mereka satu-persatu ibumu meminta maaf padaku untuk semua kesalahan yang pernah ada. setelah itu seakan aku ingin memeluk ibumu saja, namun kuurungkan niatku, takut jika akhirnya aku menangis di pelukannya. barangkali ibumu pernah melihatku menangis di balik sofa ruang tamu rumahmu, namun sejujurnya ibumu tak perlu melakukannya, sebab aku merasa bahwa tak ada yang perlu dimaafkan. akupun tahu bahwa ibumu saat itu begitu tulus, menerimaku dengan sangat ramah, dan aku merasa dia adalah seorang ibu yang sabar dan terbuka, dia baik padaku, dan saat ini aku merindukannya. berbeda dengan mom, dia tipe pemilih dan tak begitu menyukai jika aku berteman dengan orang yang tak dia sukai. aku ingat, dulu ketika mantan kekasihku berkunjung ke rumah dan dipaksa menginap oleh dad di rumah, mom seakan tak bisa berbuat apa-apa selain patuh kepada ucapan lelakinya. namun aku tahu, mom tak pernah setuju, dan tak pernah menyukainya, dan selama mantan kekasihku berada di rumah mom lebih banyak diam. bahkan ketika menyiapkan makan malam dan sarapan. lantas, sejak bertemu ibumu aku mengerti bahwa masing-masing ibu memiliki cara yang berbeda dalam menjaga anaknya.
yah, mom begitu patuh kepada lelakinya, mereka berdua hidup bahagia hingga hari ini, tentu saja dengan membesarkan dan menyekolahkan tiga orang anak. aku adalah anak pertama mereka, lalu mom melahirkan seorang anak laki-laki tiga tahun kemudian, sebentar lagi dia akan menyelesaikan kuliahnya. terakhir seorang remaja putri yang tak lama lagi akan lulus sekolah menengah. kuakui mom dan dad adalah orang tua hebat, aku sangat menyayangi mereka. namun bukan berarti di antara mereka tak pernah terjadi pertengkaran ataupun perbedaan pendapat yang berakhir saling diam. aku ingat, beberapa tahun silam, ketika aku dan adik laki-lakiku masih duduk di bangku sekolah dasar. waktu itu hari minggu pagi, kami berdua sedang berada di ruang televisi menonton acara yang hanya ditanyangkan di hari minggu. lantaran pagi itu sejak aku bangun dan membuat sarapan sendiri mom dan dad tak pernah keluar kamar, akupun merasa aneh dan tiba-tiba kudengar sayup-sayup suara tangisan mom, kupikr mom sakit, hingga membuatku begitu penasaran dan sesekali menguping di depan pintu kamarnya. suara tangisannya semakin keras, membuatku bingung sekaligus dikepung perasaan takut. lama aku berdiam di depan televisi hingga akhirnya aku dan adik laki-lakiku ikut menangis. tak lama pintu kamar mom terbuka lalu kulihat dad keluar dengan membawa sebuah tas di sebalah kanan tangannya. ukuran tasnya besar, barangkali berisi pakaian. tangisku semakin pecah aku memeluk mom dan adik laki-lakiku memeluk kaki dad. beberapa menit kemudian rumah menjadi sepi, dad pergi entah ke mana, barangkali pulang ke rumah ibunya. dan aku tak tahu kapan dan apa yang membuat dad kembali ke rumah.
wakti itu aku benar-benar tak mengerti apa yang terjadi di antara mom dan dad, hingga aku beranjak dewasa dan mengenalmu. lantas aku mengerti bahwa tangisan itu menakutkan; bahwa ditinggalkan seseorang yang kita sayangi begitu menyakitkan.
dudul.