(yogyakarta, februari 2015)
stasiun masih sepi ketika aku sampai. siang ini aku harus pulang lantaran kuliah sebentar lagi akan dimulai. lalu kuputuskan ke stasiun lebih awal. kulirik jam di tanganku, masih dua jam sebelum keretaku berangkat. lantas aku duduk di salah satu deretan kursi tunggu. di sebelahku seorang perempuan yang masih kelihatan muda namun kulihat dari jari manisnya yang sesekali kulirik, sebuah cincin melingkar indah di sana. aku sempat berbincang sedikit dengannya, tujuan kami sama yaitu pulang.
stasiun masih sepi ketika aku sampai. siang ini aku harus pulang lantaran kuliah sebentar lagi akan dimulai. lalu kuputuskan ke stasiun lebih awal. kulirik jam di tanganku, masih dua jam sebelum keretaku berangkat. lantas aku duduk di salah satu deretan kursi tunggu. di sebelahku seorang perempuan yang masih kelihatan muda namun kulihat dari jari manisnya yang sesekali kulirik, sebuah cincin melingkar indah di sana. aku sempat berbincang sedikit dengannya, tujuan kami sama yaitu pulang.
menghabiskan beberapa hari di jogja tak mengubah apapun kecuali perasaan sesak lantaran harus menghadapi sebuah kepulangan. kau tahu, jika bisa aku ingin lebih lama di sini. pulang hanya membuatku ketakutan dan kecemasan selalu berawal di setiap tempat. namun, bukankah segalanya harus dihadapi dengan lapang dada? itu yang selalu kau katakan.
perihal rasa yang semakin menggerogoti di sudut kepala; langkah kakiku bisa saja semakin lincah jika aku tetap bersisian denganmu. semua bisa saja kuhadapi dengan ujung kaki berapi-api selama kau tetap menjadi lelaki yang tak memilih pergi.
kepadamu, segala hal menjadi yang paling dicuri waktu. perihal angan yang terpaksa luruh diremas cemas; tangis di ujung malam yang menolak kremasi; lalu apa lagi yang tersisa dari sebuah kepergian selain kerinduan yang tak mengenal mati? waktu itu, seharusnya aku lebih menghargai sebuah kehadiran. perihal setiap titahmu yang bibirku lumat dengan gincu merah kesukaanku; atau sepasang kakimu yang seharusnya tak pernah kupasung dengan kedua lenganku.
maafkan aku.
maafkan aku.
***
setelah aku sampai, barangkali aku hanya ingin meringkuk di bawah selimut. kupikir tak akan lama hanya beberapa jam hingga kelelahan usai menghujam.
dudul.