surat ke-41 (untuk dad)

(bogor, februari 2015)

dad, apa kabar? sehat? tadi pagi aku tak sempat menanyakan kabarmu saat kau menelepon sebab mom terburu-buru merampas telepon. aku baik-baik saja, sehat, dan kekurangan uang ha..ha..ha.. apapun itu, aku merindukanmu.

aku tahu berapa banyak kecemasan yang mampir di kepalamu ketika melepasku di bandara beberapa bulan yang lalu. kau mempunyai cinta yang banyak untukku tak sedikitpun luruh, dan aku selalu tahu itu. lantas ada banyak hal besar yang harus kulakukan untukmu; menjawab segala titahmu, memberi rasa bangga di dadamu, serta mencipta bahagia di matamu. aku berjanji akan memberikan semuanya untukmu.

jelas aku selalu merindukanmu dan selalu mencintaimu, meski tak pernah terdengar oleh telingamu ketika di tengah malam kau terjaga. dan kita sama-sama tahu bahwa bertahun-tahun lamanya tak ada lagi pelukan di antara kita. maafkan aku, aku hanya merasa canggung melakukannya di usiaku saat ini. berbeda ketika masa kanak-kanakku dulu yang hanya ada kau dan aku saling mengisi hari-hari kosong; menungguimu di pinggir lapangan sembari memperhatikanmu bermain tenis, mengelilingi kota di malam hari dengan kau mengendarai motormu sembari menemaniku membeli biskuit kesukaanku.

dad,
rambutmu semakin memutih saja, aku terkadang merasa takut. entahlah, kurasa segalanya akan terasa berat tanpamu. namun aku selalu mendoakanmu dan juga mom agar diberikan hidup yang panjang agar kelak kau bisa melihat cucu-cucumu. dan cintamu untuk mereka akan semakin utuh dipenuhi riuh kebahagiaan dengan banyak tanda seru.

"berhentilah begadang, berhentilah minum kopi, jangan terlalu lama menatap layar komputermu, selalu ingat shalatmu, makanlah yang teratur, saat ini kau jauh jadi jaga diri baik-baik....!" dan kupikir masih banyak lagi, namun maafkan aku sebab terkadang segala hal membuatku melupa bahwa kau ialah satu-satunya lelaki yang tak pernah putus menjadi pengingat dan tak pernah jengah memberi seluruh perhatianmu untukku.

tak jarang aku mencoba berlari sekencang yang kubisa namun selalu saja keraguan menjadi salah satu yang menghadang di penghujung jalan. tak jarang aku ingin bebas serupa burung-burung yang kerap hinggap di halaman rumah, namun aku kembali menyadari bahwa sayapku tak cukup kuat untuk terbang dengan angan yang terlampau banyak. kau tahu, terkadang pula aku bosan dengan segalanya, namun melalui doa ialah salah satu cara memeluk keinginan-keinginan yang menjamah tiap sudut kepalaku lantas membuat sesak dan seketika aku sangat merindukan sebuah pulang.

setahun yang lalu aku juga pernah menulis surat untuk mom, aku menuliskan untuknya bahwa aku sedang jatuh cinta kepada seorang lelaki. kupikir mom tak akan setuju begitu pula kau. aku tak pernah berani menceritakannya langsung kepada kalian berdua, sebab lelaki yang kucintai ini jauh dari harapanmu dan mom. aku pun tak berharap banyak untuk itu. seperti kata mom, "jangan terlalu berharap, agar kau tak harus merasakan kecewa." aku selalu mengingat kalimat itu, kalimat yang terlalu sering mom ucapkan ketika kami sedang duduk berdua dengan rambut dan kulit yang saling bersinggungan.

kelak, ketika hadir seorang lelaki yang kau izinkan untuk menggantikan posisimu untuk menjagaku, aku tahu kau tak lagi akan mencemaskanku. namun merelakan butuh waktu, bukan? perlahan kau akan terbiasa.

perihal waktu yang berlalu tetaplah menjadi lelaki yang kucintai sejak segalanya masih terlalu abu-abu di mataku. tetaplah menjadi lelaki yang mengikis kerikil penuh keluh dan tanganmu ialah salah satu jalan ke surgaku. bahwa aku percaya segala restumu ialah bahagiaku, lantas apalagi yang mataku cari ketika bahagia menaungi kita?

kau tahu, ada asin di pipiku ketika menulis ini untukmu, serupa sungai yang mencari jalan pulang. aku mencintaimu.


di kosan ditemani segelas kopi yang hampir habis
anak perempuanmu yang sedang mencintai seorang lelaki keras kepala.