surat ke-43 (untuk eka)

(bogor, februari 2015)

teruntuk perempuan yang kubenci namun begitu kusayangi.

kau tahu, kenapa aku membencimu? karena saat ini kau bukan lagi perempuan yang kukenal di masa kanak-kanakku dulu. kau berubah, kuharap kau tak menyalahkan siapa-siapa untuk segala yang terjadi di masa lalu hingga membuatmu seperti ini; jauh dari kami dan terkadang tak ada yang menyadari bahwa kau pernah ada.

bagaimana kabarmu di sana? apakah kau kerap kedinginan di tengah malam? aku merindukanmu. maafkan aku sebab tak bisa berbuat apa-apa untukmu. mereka bilang kau tak pantas dikasihani, namun ketahuilah aku selalu mendoakanmu. kiranya kau bisa menggenggam harapan di sela jemarimu, sebab ada seorang puteri kecil yang pernah lahir dari rahimmu yang begitu merindukanmu, yang bahkan tak mengingat bagaimana rupamu. apakah kau tak pernah merindukannya?

percayalah, kau dicintai dengan segala liku yang pernah singgah di bawah kakimu, meski ego pernah menjadikanmu yang paling buruk sekalipun. kau begitu dirindukan meski segala bahagia pernah kau tinggalkan di ujung jalan dan memilih keinginan hati yang tak suci.

kau masih ingat masa kecil kita? segalanya begitu berwarna seakan aku bisa melihat diriku sendiri dengan melihatmu. pakaianku berwarna merah, pun kau. sepataku berwarna hitam, pun kau. rambutku dikucir, pun kau seakan tak mau kalah. kita tampak serupa, hanya saja badanmu terlihat lebih kecil dariku. namun tak ada yang bisa menghalangi kebersamaan kita, bukan? lantas aku tak pernah mengerti dan bertahun-tahun seakan menjadi pertanyaan dalam kepalaku hingga hari ini, mengapa Tuhan tak adil lagi kepada kita? alasan kau pergi pun tak pernah kumengerti, hingga suatu pagi kau pulang di hari lebaran. kau tahu, aku tak lagi mengenalimu saat itu. aku sedih dan membencimu. entahlah, kupikir aku kehilangan kau untuk selamanya.

dan hari itu terakhir kita bertemu.

bertahun-tahun kau tak lagi diinginkan bahkan kerap dicaci oleh bibir para pencibir yang menganggap diri mereka paling suci, kau pernah dihempaskan begitu keras oleh kenyataan bahwa hidup tak selamanya menawarkan tawa. namun tetaplah menjadi perempuan yang selalu memiliki hati dan kaki yang hanya akan melangkah ke manapun kebaikan menuntun nanti.

ketahuilah,
kau tak harus mamasung ego untuk segala getir yang kerap dibawa oleh senja yang menolak mati di penghujung hari. kau perempuan kuat dan aku mengerti betapa sulit kau melewati hari-harimu di sana. tetaplah tabah dengan segala badai yang menghantam kepala pun tubuhmu. berjuanglah untuk bahagiamu sendiri, kau pantas mendapatkannya.

aku berjanji akan mengunjungimu di sana, membawakan makanan kesukaanmu, dan mengganti pakaian bernomor yang tiap hari melekat di tubuhmu dengan pakaian serupa pakaianku.


perempuan yang kerap berbagi segalanya denganmu