surat ke-44

(bogor, februari 2015)

selamat pagi, apakah kau masih tak terbiasa bangun pagi? apakah hidupmu baik-baik saja? ketika menulis ini aku sedang berada di depan perpustakaan kampus, duduk dan telah menyelesaikan membaca bab satu dari novel yang kubeli di salah satu toko buku kemarin sore. awalnya aku berniat ingin mengikuti seminar namun di tengah jalan aku merasa harus singgah untuk duduk sebentar lantaran aku merasa tak enak badan. harusnya aku tak memutuskan keluar kamar pagi ini.

dari bab satu novel yang telah kubaca aku mengingat betul sang penulis menuliskan bahwa masa lalu adalah kepergian yang mutlak, tetapi sebagian orang tak bersedia melepaskannya. kau setuju? aku setuju-setuju saja. bahwa aku tak pernah siap melepaskanmu pergi begitu saja. kupikir banyak yang bisa kita lakukan bersama. menonton film atau duduk berdua saja tanpa melakukan apa-apa adalah beberapa hal di antara banyak hal yang tak bisa kusebutkan.

kurasa aku sangat merindukanmu, lantas kemarin sore kuputuskan untuk membeli sebungkus rokok yang sering kau tempelkan di antara bibirmu dan dengan penuh kepuasan kau menciptakan kepulan asap darinya. tentu saja aku tak melakukan hal yang sama sepertimu. aku hanya menatapnya lekat-lekat selama beberapa menit lalu memasukkannya ke dalam laci mejaku. betapa bodoh, bukan?

beberapa menit ke depan aku tak tahu harus melakukan apa. barangkali aku masih akan duduk beberapa lama lalu pulang dan mampir ke toko makanan dan membeli beberapa makanan ringan yang tak sehat.

beberapa hari belakangan ini pun aku hampir tak pernah melakukan sesuatu yang berarti, lantaran kuliah belum aktif, maka hari-hariku hanya kuhabiskan di bawah selimut sembari menikmati beberapa gelas kopi instan yang tak kau sukai itu, dan menikmati beberapa film di antaranya. kupikir ini membosankan. namun ada beberapa kalimat dari salah satu film yang menurutku sangat cocok denganku saat ini, dia mengatakan bahwa rata-rata orang megucapkan kata maaf kurang lebih duabelas kali sehari, dan itu untuk kesalahan di masa lalu. dan beberapa luka memang sangat dalam. yah, terkadang aku masih memikirkan alasan mengapa kau pergi dan karena hal itu kerap kali membuatku mengucapkan maaf meski tak pernah kau dengar. namun apakah saat ini kata maaf dariku masih berarti untukmu? kau begitu keras kepala.

dudul.