surat ke-45

(bogor, februari 2015)

kurasa bulan ini aku lebih banyak menulis surat untukmu. entahlah, aku merasa bahwa  di kepalaku ada beribu kata yang ingin kusampaikan untukmu, namun kau tahu, aku merasa kosong di waktu bersamaan. seperti yang kutuliskan kemarin bahwa aku sempat merasa tak enak badan, dan hingga pagi tadi tetap sama. maka hari ini kuputuskan untuk istirahat saja sembari melanjutkan membaca novel.

kau tahu, aku begitu penasaran dengan masa kecilmu. sayangnya aku dan ibumu tak sempat membicarakannya tahun lalu. apakah seceria anak yang bermain layangan di halaman belakang rumah? apakah selincah anak yang kerap berlarian di gang sempit lalu tertawa riang? atau kau lebih banyak diam? sekali waktu yang entah kapan, aku ingin mendengar ceritamu.

jika kau bertanya bagaimana masa kecilku barangkali kau akan merasa bosan mendengarnya. kau tahu, aku tak seperti anak perempuan pada umumnya, maksudku aku tipe anak perempuan yang lebih banyak diam dan penyabar. tak banyak yang bisa kuceritakan selain kesukaanku di setiap sore hari yang gemar bermain rumah-rumahan yang terbuat dari kertas. itupun kulakukan seorang diri―seperti sebuah kalimat yang aku sendiri lupa dari siapa, yang mengatakan bahwa kau akan mendapatkan yang terbaik ketika kau melakukan segala hal seorang sendiri―seakan aku takut berteman dengan anak seumuranku. seakan aku takut berbagi milikku kepada orang lain. atau barangkali aku takut jika ada orang lain yang mengganggu kesenanganku.

hingga aku berada di sekolah menengah sekitar sembilan tahun yang lalu, akhirnya aku menemukan bahwa aku harus mempunyai mimpi dan aku harus mewujudkannya. aku sangat menyukai menggambar―kau ingat, karena kesukaanku itulah tanpa sengaja aku bisa mengenalmu kurang lebih setahun yang lalu, sebab kita mempunyai kesukaan yang sama. namun kau lebih hebat dalam hal itu―dan kupikir kuliah di jurusan yang kuinginkan akan berjalan mulus tanpa perdebatan panjang antara aku dan mom. namun nyatanya mom mempunyai mimpinya sendiri untukku, dia sangat ingin melihatku menjadi seorang dosen dan kini aku melanjutkan kuliah pascasarjana sebab aku merasa bahwa menjadi apa yang mom inginkan telah menjadi mimpiku juga saat ini. selama kurang lebih empat tahun, di waktu luangku kerap kusempatkan diri memegang pensil dan sedikit menggambar apa saja lantaran tak mempunyai kesempatan untuk melakukannya di seluruh waktuku. namun kau tahu, beberapa bulan belakangan aku merasa bahwa aku tak akan pernah bisa mewujudkanya. perihal mimpi-mimpi yang hingga kini sudah terlampau jauh dari pijakan kakiku, aku merasa tak akan bisa menjalankan dua hal secara bersamaan. aku tak merasa kalah dalam hal ini, namun sebaliknya kelegaan kudapatkan di waktu bersamaan lantaran mengambil keputusan bahwa aku harus melepaskan salah satu dari mereka.

bukankah dalam hal ini kita mengalami hal yang sama? aku ingat di awal perkenalan kita dulu, kau sempat menceritakan sebagian kisah hidupmu, perihal kesukaanmu terhadap motocross yang terpaksa kau kubur dalam-dalam lantaran kata dokter kau tak akan bisa berjalan lagi jika mengalami kecelakaan yang sama untuk kedua kalinya, pun masalah dalam keluargamu yang meredupkan segalanya. dan tentunya perihal perempuanmu waktu itu yang lebih memilih pelukan lelaki lain untuk menikahinya. kau tahu, untuk segalanya aku sempat belajar darimu bahwa melepaskan segala yang disayangi akan mengubah dirimu.

dudul.