surat ke-49

(bogor, maret 2015)

aku sedikit tidak menyukai keramaian, seperti suasana kelas siang ini. sembari menunggu kuliah dimulai maka kuputuskan untuk membuat secangkir teh lalu memilih duduk di sudut ruangan. terlebih suasana hatiku juga sedang tak baik. barangkali setelah kuliah selesai siang ini aku akan segera pulang saja. aku bisa meminta tolong seorang teman sekelompok untuk melanjutkan pengamatan di laboratorium.

sudah seminggu ini aku terbiasa bangun lebih pagi, ketika matahari belum muncul lebih tepatnya. melaksanakan shalat subuh, lantas berdoa untuk mom, untuk dad, dan tentunya untukmu juga. setelahnya aku akan melakukan kegiatan rutinku, ke laboratorium, kuliah, laporan, dan sebagainya. berat namun kau selalu marah padaku jika aku mengeluh. kau masih ingat andi? yah dialah yang selalu setia mengantarku ke manapun aku akan pergi. kau selalu menyuruhku untuk kembali kepadanya, bukan? bukan hanya kau saja tetapi beberapa temanku menyarankan hal yang sama namun kau tahu sendiri, aku belum bisa menjalin hubungan apa-apa saat ini.

di awal maret ini aku tak mempunyai rencana untuk sebulan ke depan, selain pulang ke rumah mom selama beberapa hari. kepulanganku kali ini semoga bisa mengobati rinduku, dan sengaja aku tak memberi kabar kepada siapa-siapa termasuk dad dan kedua adikku tentang rencanaku ini, lantaran bisa saja mom tak akan setuju.

beberapa hari ini pun terkadang aku merasa marah dengan diriku sendiri, perihal beberapa rencana yang berjalan tak sesuai keinginan, perihal perasaan-perasaan yang tak seharusnya kurasakan, pun perihal kuliahku yang terasa semakin berat dan aku merasa tak akan sanggup untuk menyelesaikannya. jika saja aku tak memikirkan mom dan dad bisa saja aku menyerah di tengah jalan. lantas jika sudah begitu apa yang bisa kulakukan selain mengajar di sekolah yang sama dengan tempat mom mengajar selama bertahun-tahun sementara aku tak begitu menyukai mengajar semacam itu. kemudian mom akan kecewa padaku dan para tetangga siap mencibir. terkadang aku berpikir bahwa hidup bisa sekejam itu, ketika orang-orang memilih atau terpaksa membicarakan kejelekan dan kegagalan orang lain seakan mereka tak mempunyai kejelekan sendiri.

apa yang kau mulai harus kau selesaikan. yah, kalimat itu sempat kubaca beberapa hari yang lalu di salah satu media sosial. dan benar saja kalimat itu seperti menamparku dengan sangat kerasnya bahwa aku, kau, ataupun siapa saja tak akan bisa kembali ke masa lalu. sejujurnya, aku merindukan masa kecilku, bahwa sekecil apapun sesuatu akan terasa begitu hebat dan mengagumkan. berbeda ketika sudah dewasa bahwa sesuatu yang luar biasa tak akan selalu menjadi luar biasa. kupikir dengan kembali ke masa lalu aku akan bisa lebih merasa dan lebih bersyukur, bahwa sebuah bahagia memang patut untuk diperjuangkan.

dudul.