(bogor, mei 2015)
jadi, saat ini kau sibuk apa? bagaimana pun keadaanmu, semoga doaku akan selalu menjagamu. kupikir untuk beberapa minggu atau barangkali hingga beberapa bulan aku akan berhenti menulis surat. aku baik-baik saja, hanya sedikit lelah. kau tahu, ada banyak hal yang kutahan-tahan beberapa minggu ini, barangkali itu salah satu penyebab kenapa perasaanku selalu tak enak, serupa ada lubang di dadaku. terlebih perasaanku kerap cemas tanpa sebab yang pasti, pun menulis surat untukmu yang seminggu ini selalu ingin kulakukan menjadi tak bisa kulakukan, dan yang lebih membuatku merasa lelah ialah lantaran sekuat hati aku menahan perasaan ketika ingin berbicara denganmu namun aku tak tahu harus berbuat apa.
tentu saja banyak hal yang kualami yang tak secara keseluruhan kuceritakan di suratku, entah karena aku tak ingin menceritakannya kepadamu atau kau tak harus tahu apa yang telah kualami. seperti yang kukatakan di suratku sebelumnya, bahwa libur kuliahku semakin menjadi. maksudku selama tiga minggu kuliahku tidak aktif. maka setiap harinya kebanyakan kuiisi dengan berjalan-jalan dan mencoba banyak makanan. aku seolah mengabaikan semua peraturan mom tentang makanan yang tak boleh dan boleh kumakan. iya, hampir setiap menelepon mom selalu mengingatkanku tentang segala jenis makanan yang harus kuhindari.
maka begitulah, minggu lalu aku dan andi menyempatkan berkunjung ke salah satu museum zoologi yang berada di kebun raya bogor. bukan apa-apa, aku hanya ingin bercerita kepadamu. aku menghabiskan sepanjang hari di sana. kau tahu, terus-terusan libur juga tak enak dan aku khawatir jika di akhir semester nanti liburanku akan tertunda lantaran harus menyelesaikan pertemuan kuliah yang tertinggal. aku sangat ini pulang ke makassar, aku rindu bertemu teman-temanku terlebih aku merindukan suasananya. jika kelak kau ke makassar, maka ada dua hal yang harus kuingatkan, yaitu kau harus siap menghadapi macet dan orang-orang yang berkata kasar sepanjang jalan.
tentu saja banyak hal yang kualami yang tak secara keseluruhan kuceritakan di suratku, entah karena aku tak ingin menceritakannya kepadamu atau kau tak harus tahu apa yang telah kualami. seperti yang kukatakan di suratku sebelumnya, bahwa libur kuliahku semakin menjadi. maksudku selama tiga minggu kuliahku tidak aktif. maka setiap harinya kebanyakan kuiisi dengan berjalan-jalan dan mencoba banyak makanan. aku seolah mengabaikan semua peraturan mom tentang makanan yang tak boleh dan boleh kumakan. iya, hampir setiap menelepon mom selalu mengingatkanku tentang segala jenis makanan yang harus kuhindari.
maka begitulah, minggu lalu aku dan andi menyempatkan berkunjung ke salah satu museum zoologi yang berada di kebun raya bogor. bukan apa-apa, aku hanya ingin bercerita kepadamu. aku menghabiskan sepanjang hari di sana. kau tahu, terus-terusan libur juga tak enak dan aku khawatir jika di akhir semester nanti liburanku akan tertunda lantaran harus menyelesaikan pertemuan kuliah yang tertinggal. aku sangat ini pulang ke makassar, aku rindu bertemu teman-temanku terlebih aku merindukan suasananya. jika kelak kau ke makassar, maka ada dua hal yang harus kuingatkan, yaitu kau harus siap menghadapi macet dan orang-orang yang berkata kasar sepanjang jalan.
kau tahu, pernah suatu malam, ketika aku menemani andi untuk makan malam tiba-tiba aku memikirkan bagaimana rasanya diperjuangkan? pertanyaan semacam itu tanpa sengaja hadir di kepalaku. apakah menjadi orang yang diperjuangkan sangat menyenangkan? aku yakin kau tahu rasanya, lantaran aku sedikit banyak pernah memperjuangkanmu dengan segenap keberanian di dada, dan tak peduli kepada mereka yang mengatakan aku bodoh. beberapa waktu yang lalu pun aku dan lelaki yang pernah kuceritakan itu berencana untuk bertemu kembali, namun seperti yang sudah-sudah, ketika aku tiba di stasiun dia menelepon dan lagi-lagi membatalkan. yah, barangkali aku terlalu percaya padanya, sama ketika aku sangat mempercayai bahwa kau tidak akan pergi. dan akhirnya kuputuskan bahwa kami tak perlu lagi merencanakan pertemuan. bukankah beberapa hal tak akan terjadi jika belum waktunya?
aku jadi ingat pertemuan kita sekitar setahun yang lalu, yang barangkali tak akan pernah kulupakan. kau tak banyak bicara dan dari matamu hanya aura kesendirian yang kudapati. aku pun sama tak banyak bicara hanya gesekan kulit kita yang sesekali beradu. kau tahu, hingga hari ini aku masih bisa merasakan segala hal yang telah terjadi, yang terkadang membuatku ingin memutar waktu namun tak ada yang bisa melakukannya. jika saja aku tak terburu-buru memutuskan untuk bertemu denganmu, barangkali segalanya akan berbeda dengan apa yang terjadi hari ini. aku tak seharusnya melakukan kesalahan yang membuatmu marah dan menyebabkanmu pergi. apakah aku menyesali segalanya? tentu saja tidak. aku hanya mengutuk diriku sendiri yang selalu terburu-buru dalam segala hal.
jika saja aku tak sengaja menangis di lengan seorang temanku siang itu, barangkali aku sudah gila lantaran tak tahu harus berbicara kepada siapa perihal perasaanku yang sedang kalut karena kepergianmu. darinya aku belajar banyak hal, lantaran dia pun pernah merasakan hal yang sama; ditinggalkan tanpa alasan yang pasti, hingga dia harus membenci segala hal yang berhubungan dengan lelaki yang meninggalkannya itu. dua sampai tiga tahun dia hanya memutar kenangan secara bergantian, kupikir dia belum merelakan dan saat ini aku berharap dia segera menemukan jodohnya. aku sendiri sudah memutuskan tak akan berlarut-larut mengenangmu sebab bagaimana pun kau tak akan kembali lagi.
barangkali, kau merasa bahwa suratku kali ini seperti ucapan perpisahan, namun tidak sama sekali. aku hanya ingin memberi jarak dan memfokuskan diri pada kuliah. kau tahu, sudah saatnya aku memikirkan penelitian lantaran aku sudah sedikit tertinggal dari teman-temanku. terlebih semakin banyak hal yang kupikirkan belakangan ini yang terkadang membuat dahiku berkerut jika sedang duduk sendiri. aku harus mengatakan, bahwa aku benci menjadi dewasa. kau tahu, terkadang aku memikirkan masa remajaku yang kulalui hanya dengan tuntutan ke sekolah setiap pagi dan mengikuti les di sore harinya. namun saat ini, di usiaku yang menginjak dua puluh lima tahun, tuntutan itu semakin bertambah. pertanyaan-pertanyaan seperti; kapan lulus? mau bekerja di mana? kapan menikah? akan menjadi momok selama seseorang berada di usia produktif. dan sebagai anak tertua dan mempunyai dua orang adik aku dituntut memberikan yang terbaik, dan lebih daripada itu harapan mereka sangat tinggi.
dudul.