surat ke-59 (untuk dimas)

(stasiun kalibata, mei 2015)

dua malam yang lalu kau menelepon lantas meminta bertemu kembali. aku menyetujui, padahal dari beberapa kali rencana pertemuan tak ada yang berhasil. aku sudah lupa berapa kali aku berusaha dan sesering itu pula tak ada temu yang terjadi. maka begitulah, aku tiba di stasiun kalibata tiga puluh menit lebih cepat. bukankah kita berjanji akan bertemu pukul sebelas? lantas aku duduk di salah satu kursi tunggu dan berpikir, lalu kuputuskan untuk meneleponmu. kau tak menjawab dan aku merasa kosong. kau tahu, apa yang bisa kulakukan di tempat asing seorang diri tanpa rencana cadangan jika saja kita tak bertemu? tak ada. aku tak tahu harus berbuat apa, terlebih aku tak tahu harus ke mana. aku hanya diam ditemani angin sembari menghitung kereta yang lewat.

kulirik jam di tanganku, pukul dua belas. aku merasa lelah, sementara menghubungimu kembali aku enggan. terlebih kau pun tak menghubungiku, aku berani bertaruh kau tak mungkin lupa dengan janji hari ini. namun, entahlah, seandainya saja aku bisa membaca apa yang ada di kepalamu barangkali aku tak perlu melakukan semua ini. aku ingin pulang saja, namun sebelumnya aku menulis surat ini tanpa berharap kau membacanya. kupikir, kau tak perlu tahu segala perasaanku siang ini, lantaran kau masih sibuk meratapi nasibmu yang ditinggalkan perempuan yang kau sayangi itu.

atau barangkali kau marah lantaran aku pernah mengatakan bahwa perempuan yang kau sayangi itu tak akan kembali? aku tahu kau sudah berusaha sebisa mungkin. namun ayolah, tak semua apa yang kita mau menjadi milik kita, bukan? aku mengatakan hal-hal yang barangkali akan menambah kesedihanmu, lantaran aku pun pernah merasakan hal yang sama. perihal ketakutan, kesedihan, dan kecemasan yang kini kau rasakan semoga saja bisa kau sembunyikan dalam-dalam. kusarankan, belajarlah berdamai dengan dirimu sendiri. kau bisa terus mencintai dan menyayanginya tanpa bersedih, bukan? maka lakukanlah! tunjukkan pada perempuan yang kau sayangi―namun tak bisa lagi kau miliki itu―bahwa kau baik-baik saja.

dimas, barangkali kita memang tak akan berjodoh. maksudku, kita tak akan bertemu kapan pun itu. terima kasih lantaran kau telah mencuri waktuku dan menggantinya dengan perasaan-perasaan yang sulit kujelaskan. beberapa waktu yang lalu aku sedikit kaget ketika mengetahui namamu ialah dimas, maksudku nama sebenarmu. kau tahu, aku merasa seperti telah mengenalmu sebelumnya. dan siang ini aku menyadari bahwa kita hanyalah kesementaraan. terima kasih. terima kasih lantaran telah bersedia mengenalku. jika tanpa sengaja kau membaca surat ini, maka tak perlu ada telepon lagi dan tak perlu ada pesan singkat di whatsapp lagi.

sesampainya di bogor, barangkali aku akan segera menghibur diri sendiri.
nila.