surat ke-64

(bulukumba, juli 2015)

pertama, aku hanya ingin mengatakan bahwa aku sangat bahagia, bahkan aku lebih bahagia melihat kau bahagia. teruslah seperti itu. kau jangan tanya aku tahu dari mana. tak semua hal harus diperjelas, bukan? aku menulis surat, lantaran hanya ingin mengatakan bahwa aku baik-baik saja dan cukup bahagia. di sini, aku bertemu banyak teman lama dan juga sahabat yang sudah lama tak kutemui. sudah banyak yang berubah, kami membicarakan banyak hal. perihal kapan kuliahku selesai dan tentu saja masalah pasangan hidup. aku sampai bosan mendengar pertanyaan yang sama hampir setiap hari.

yah, kuliahku jika berjalan lancar, semoga tahun depan aku bisa menyelesaikannya. sejak tiba di sini, aku banyak mengeluh kepada mom. sejujurnya, aku sendiri sudah lelah dan bosan. bahkan beberapa hari yang lalu, aku sempat memberitahu mom bahwa aku ingin berhenti kuliah saja lalu mengajar di sekolah terpencil di desa. aku berpikir, bahwa hal tersebut akan lebih menyenangkan. namun, mom tak merespon, dia hanya diam. dan aku takut untuk membahasnya lagi. terlebih, dengan kuliahku aku sudah melewati setengah perjalanan yang penuh perjuangan. kalau pun mom menyetujui, barangkali tak semudah yang kubayangkan.

jika kau masih bertanya, mengapa aku masih menulis surat untukmu, sementara aku sudah tak pernah kau ingat lagi. terlebih kau tak menyukai hal-hal semacam ini. barangkali, jawabannya hanya satu, bahwa aku masih saja mengingatmu. doakan saja, agar aku bisa menemukan seseorang yang bisa menggantikanmu.

setiap kali bertemu nenekku dan di setiap ada kesempatan, dia tak pernah lupa untuk sekedar menanyakan kapan aku menikah. pertanyaan yang begitu menguras otak. maksudku, aku bingung dengan jawaban apa yang pantas untuk menjawabnya. terlebih, aku tak mempunyai siapa-siapa untuk disodorkan di hadapannya. selain itu, aku belum tertarik dengan pernikahan. sungguh.

tentu saja, dengan melihat kebanyakan sahabat atau pun teman lama yang kutemui di sini, hampir semuanya telah memiliki pasangan hidup. tak sedikit pula yang telah memupunyai dua atau tiga orang anak. melihat hal semacam itu membuatku takut. aku berpikir bahwa sebelum mengurus seorang suami dan tentunya anak, aku harus mengurus diri sendiri terlebih dahulu.

saat menulis surat kali ini, aku baru saja tiba di rumah setelah beberapa sahabat lamaku melakukan penculikan terhadap diriku untuk keluar rumah dan melakukan hal-hal gila. sejujurnya, aku bahagia bahwa bertemu mereka malam ini telah menghidupkan hidupku. aku banyak tertawa dan sesekali berpikir bahwa semuanya telah berubah. kecuali hubungan yang kami jalin sejak lama. aku bisa merasakan bahwa obrolan kami bukan lagi seputar hal-hal yang ringan. bahwa obrolan kami telah semakin berat, perihal pekerjaan, kuliah, dan banyak hal yang kerap membuat dahi kami lebih cepat berkerut. bahwa urusan kantor harus segera dilaksanakan dan mengorbankan waktu bersama keluarga. bahwa kuliah harus segera diselesaikan agar orang tua bangga.

di waktu yang sama, aku merasa sangat tertinggal dengan mereka. sebagian dari sahabatku telah mapan. sementara aku masih mengandalkan orang tua. kerap aku menyesali keputusan melanjutkan kuliah. bahwa seharusnya, aku bekerja dan mencari uang saja, lalu menikmati hasil kerja dan sesekali bahagia. namun, aku dan mom percaya bahwa tiap-tiap kita mempunyai jalan hidup yang berbeda-beda.

perihal, kau, aku tak pernah bosan mendoakan untuk kebaikanmu. kau harus baik-baik saja dan bahagia.

dudul.