sore tadi bogor diguyur hujan, cukup deras. aku tak membawa payung dan nekat memutuskan untuk pulang lantaran sudah sangat sore. maka begitulah, aku tiba di kosan dengan keadaan menggigil dan seluruh pakaianku basah. lantaran merasa sangat lelah maka aku tertidur setelah mandi sebentar. aku dibangunkan oleh dering telepon dari mom dan kepalaku terasa sangat berat.
sepanjang hari aku banyak diam namun kepalaku tidak. aku banyak berpikir tentang kalian. maksudku, kau dan perempuan yang meninggalkanmu itu. tanpa peduli dan berusaha mengesampingkan perasaanku sendiri. maka begitulah, beberapa malam aku menemanimu mendengarkan kau bercerita; menumpahkan segala keluh, kesedihan, dan harapanmu yang tak sempat jadi nyata. terkadang aku muak. yah, semacam tak ingin peduli lagi terhadapmu namun tak ada yang lebih menyedihkan saat ini dibanding melihatmu seperti lelaki yang tak ingin hidup lagi; kau meradang, merasa tak dimengerti. aku tak bisa membayangkan bahwa setiap saat matamu sembab, tak bisa melakukan apa-apa, kehilangan gairah, bahkan kau mengaku bahwa untuk tidur pun kesulitan. kau benar-benar sakit dan aku membencimu dalam keadaan seperti itu.
sejujurnya dengan melihatmu seperti itu aku seperti bercermin kepada diri sendiri. bahwa apa saja yang kau rasakan saat ini pernah kurasakan. kau harusnya mengerti bahwa roda selalu beputar, sering kukatakan padamu bahwa kesabaran akan membuahkan hasil, bukan? maka bersabarlah sesulit apa pun kau mengurai perasaanmu. jika aku bisa melewatinya mengapa kau tidak?
sebab Tuhan hanya akan memberikan apa yang kita butuhkan bukan yang kita inginkan. di tengah situasi seperti ini, aku kerap berpikir dia kah yang sangat kau butuhkan atau hanya sekadar keinginanmu saja? aku jadi ingat perkataan seorang teman bahwa ketika kita tak bisa mengikhlaskan seseorang bisa saja ada beberapa hal yang masih menggantung, yang menunggu untuk dilakukan dan diselesaikan bersama. lantas sebagai perempuan dan mencoba merasakan berada di posisi perempuanmu itu aku menyarankan agar kau melamarnya saja; memberinya kejutan di depan pintu rumahnya dan mengutarakan niat baikmu kepada orang tuanya. kau tahu, perempuan sangat menyukai kejutan. barangkali, dia ingin melihatmu berusaha lantas memperjuangkannya lebih keras lagi.
sama sepertiku, maka kau memutuskan untuk menunggu; doamu tak pernah selesai untuknya lantaran kau mengaku bahwa sangat mencintai dan begitu membutuhkannya. lantas di suatu pagi aku berpikir, bagaimana denganku; dengan perasaanku dan juga doaku yang tak pernah putus untukmu? kerap aku berpikir untuk menyerah terhadapmu, memilih pergi dan merasa disia-siakan untuk kesekian kali. namun aku memilih untuk tinggal, sama sepertimu.
sepanjang hari aku banyak diam namun kepalaku tidak. aku banyak berpikir tentang kalian. maksudku, kau dan perempuan yang meninggalkanmu itu. tanpa peduli dan berusaha mengesampingkan perasaanku sendiri. maka begitulah, beberapa malam aku menemanimu mendengarkan kau bercerita; menumpahkan segala keluh, kesedihan, dan harapanmu yang tak sempat jadi nyata. terkadang aku muak. yah, semacam tak ingin peduli lagi terhadapmu namun tak ada yang lebih menyedihkan saat ini dibanding melihatmu seperti lelaki yang tak ingin hidup lagi; kau meradang, merasa tak dimengerti. aku tak bisa membayangkan bahwa setiap saat matamu sembab, tak bisa melakukan apa-apa, kehilangan gairah, bahkan kau mengaku bahwa untuk tidur pun kesulitan. kau benar-benar sakit dan aku membencimu dalam keadaan seperti itu.
sejujurnya dengan melihatmu seperti itu aku seperti bercermin kepada diri sendiri. bahwa apa saja yang kau rasakan saat ini pernah kurasakan. kau harusnya mengerti bahwa roda selalu beputar, sering kukatakan padamu bahwa kesabaran akan membuahkan hasil, bukan? maka bersabarlah sesulit apa pun kau mengurai perasaanmu. jika aku bisa melewatinya mengapa kau tidak?
sebab Tuhan hanya akan memberikan apa yang kita butuhkan bukan yang kita inginkan. di tengah situasi seperti ini, aku kerap berpikir dia kah yang sangat kau butuhkan atau hanya sekadar keinginanmu saja? aku jadi ingat perkataan seorang teman bahwa ketika kita tak bisa mengikhlaskan seseorang bisa saja ada beberapa hal yang masih menggantung, yang menunggu untuk dilakukan dan diselesaikan bersama. lantas sebagai perempuan dan mencoba merasakan berada di posisi perempuanmu itu aku menyarankan agar kau melamarnya saja; memberinya kejutan di depan pintu rumahnya dan mengutarakan niat baikmu kepada orang tuanya. kau tahu, perempuan sangat menyukai kejutan. barangkali, dia ingin melihatmu berusaha lantas memperjuangkannya lebih keras lagi.
sama sepertiku, maka kau memutuskan untuk menunggu; doamu tak pernah selesai untuknya lantaran kau mengaku bahwa sangat mencintai dan begitu membutuhkannya. lantas di suatu pagi aku berpikir, bagaimana denganku; dengan perasaanku dan juga doaku yang tak pernah putus untukmu? kerap aku berpikir untuk menyerah terhadapmu, memilih pergi dan merasa disia-siakan untuk kesekian kali. namun aku memilih untuk tinggal, sama sepertimu.
dudul.