surat ke-80

(bogor, desember 2015)

aku tidak menyukai akhir tahun, benar-benar tak menyukainya. terasa seperti perpisahan.  kupikir, tak seorangpun yang menyukai sebuah perpisahan. akhir tahun selalu membuatku berpikir, merenung, atau entahlah mungkin aku kembali mengingat-ingat. tak ada hal yang berarti tahun ini, selain ulang tahunku beberapa bulan yang lalu yang terasa berbeda lantaran adanya tart cokelat yang kuterima dari seorang teman, lantas kuhabiskan seorang diri. itu terasa istimewa, yah setidaknya bagiku.

kehilangan demi kehilangan. bagaimana menurutmu? terasa menyakitkan, bukan? yah, memang seperti itulah konsep kehilangan. sakit hingga membuatmu mual. kau hanya bisa menangis dan menangis. tapi terkadang air matamu pun tak bisa keluar. kau tak mampu berbuat apa-apa. lagi pula apa yang bisa dilakukan ketika perasaan sedang terluka? semua terasa menyakitkan dan tak berarti. maaf, aku tak bermaksud mengingatkanmu lagi. kau tahu, aku bahagia--lebih bahagia dari sebelumnya--melihatmu saat ini, kau berhasil mengalahkan kesedihanmu setelah beberapa kali gagal. tapi, meskipun kau masih sedih untuk beberapa waktu ke depan, maka sembunyikanlah. kau pandai dalam hal itu dan yah, semacamnya.

saat menulis surat kali ini, aku baru saja merebahkan diri di atas tempat tidur lantas memandang langit-langit kamar dengan sebatang rokok yang kuselipkan di antara jemariku. jangan salah paham, tak ada bara api di ujungnya. aku bahkan tidak ingat dengan jelas sejak kapan aku menyukai kebiasaan aneh seperti ini. kau tahu, hari ini mom menelepon, suaranya terdengar sedih di ujung sana; kenapa dari anak-anakku tak seorangpun yang menelepon dan mengucapkan selamat hari ibu? mom merasa cemburu sebab ibu-ibu lain mendapat ucapan dari anak-anak mereka dan mom tidak. kurasa mom sekuat hati menahan air matanya tapi aku tidak bisa. sejujurnya aku merasa bersalah, maksudku, hari ini aku memang sedikit sibuk dari hari biasanya, pikiranku terbagi pada beberapa hal. dan yah, siapapun akan menganggap bahwa berjuang bukanlah perkara mudah. sambil mengusap air mata dan berbicara dengan suara senormal mungkin, aku meminta maaf pada mom dan mengatakan bahwa meskipun tak ada ucapan selamat hari ibu untukmu namun kau tahu bahwa aku selalu mengingatmu, aku selalu mendoakanmu. setelahnya leherku menjadi sakit menahan air mata yang semakin mendesak, di waktu yang sama aku mengalihkan pembicaraan. aku sedang tak ingin bersedih.

satu waktu, aku kembali membuat kesalahan dan membuatku harus meminta maaf kepada dosen pembimbingku. yah, aku harus mengakui bahwa itu adalah awal yang buruk untuk pengerjaan thesisku. beberapa hari perasaanku menjadi tak enak, seperti ada yang mengganggu mekanisme pertukaran oksigen dan karbon dioksida di paru-paruku dan membuat dadaku sesak. aku tak menyukainya, sungguh. aku mengutuk diri sendiri lagi-lagi karena sifat cerobohku. aku sedikit mengabaikan beberapa hal yang nyatanya sangat penting. lalu aku menyadari bahwa beberapa hal memang perlu teguran untuk diperhatikan. maka di suatu pagi dengan melawan cuaca dingin aku memutuskan berangkat ke kampus dan menemui dosenku secara langsung. kau tahu, setelah meminta maaf, tepat setelah aku meninggalkan ruangan tiba-tiba air mataku menitik, sambil berjalan melewati lorong aku mengusap air mataku dengan ujung baju dan tentunya dengan perasaan yang sangat lega. aku sangat bersyukur dipertemukan dengan beliau. oh, tentu saja aku juga bersyukur karena telah dipertemukan olehmu.

percakapan terakhir kita beberapa malam yang lalu sangat menyenangkan. seperti tak ada beban. sangat ringan hingga aku merasa bahwa itu adalah obrolan tanpa campur tangan perasaanku di dalamnya. kupikir kita sudah benar-benar berdamai. maksudku kita sudah lelah untuk berdebat. aku sangat menyukai caramu menanggapi beberapa kalimatku. kau tahu, hal yang menyenangkan darimu adalah aku merasa bisa menceritakan apa saja padamu. tapi tidak di setiap waktu dan terkadang itulah yang membuatku sedih. maka ketika mendapatkan kesempatan seperti malam itu aku seperti lepas kendali; rekomendasi film, wabah hepatitis yang menyerang beberapa mahasiswa di kampusku, tentang hobi yang kau jalani saat ini, usiaku yang sudah tua untuk perempuan seumuranku dan belum menikah, tentang tak adanya libur akhir tahun bagi mahasiswa yang mengurusi hewan ternak, menstruasiku yang tak teratur, hingga keresahanmu tentang rokok lantaran harga rokok akan segera naik. kau punya dua pilihan untuk itu, katamu, mengurangi atau berhenti sama sekali. dan aku lebih mendukung jika kau berhenti saja. lalu kau tertawa. berhenti menghisap rokok lebih baik, bukan? tapi aku tak bisa memberi tahumu bagaimana cara berhenti merokok. aku tak memahaminya sama sekali.

aku sempat bertanya, dengan mengutip sebuah pertanyaan dari buku yang pernah kubaca bahwa kau menghisap rokok untuk mati atau untuk menikmatinya? maka kau menjawab untuk menikmatinya dan aku tak bertanya lagi. rasanya menyenangkan bisa berbagi apa saja denganmu. kecuali perasaan, yah. aku bisa mengerti. kuharap kita selalu bisa seperti ini. aku menyayangimu. oh, lihatlah aku seolah tak pernah merasa bosan mengucapkan kalimat itu, dan aku menyukainya.

dudul.