semalam aku memutuskan untuk tidur pukul satu dini hari setelah berusaha menyelesaikan proposal yang tak henti menuntut revisi. aku mendekap selimut dengan cuaca malam yang gerah, padahal di sore hari turun hujan. apakah cuaca sekejam itu? cukup takdir saja. lantas aku terbangun karena deringan telepon yang tak sempat kujawab. kepalaku terasa berat, sembari melirik jam beker yang tergeletak di meja berlaci di samping tempat tidurku aku menyadari baru tidur selama sejam. aku lantas mengecek handphone, kubaca namamu dengan menyipitkan mata. ah betapa sulit membaca apa yang ada di sana. kebiasaanmu, ketika mengirimiku pesan namun tak ada balasan maka kau selalu menelepon. entah sekedar memastikan aku benar-benar sudah tertidur atau mungkin untuk membangunkanku.
aku tak bisa mengabaikanmu, bagiku tak ada yang biasa-biasa saja tentangmu. segalanya terasa istimewa. satu hal dari beribu percakapan yang telah hadir, semalam, kau menawarkan diri. yah, kita bisa sedekat dulu lagi, seperti dua tahun yang lalu, kembali bersama. aku mengerti maksudmu. ya tuhan, aku sangat menginginkan ini. jemariku bergetar, wajahku terasa beku namun bisa kurasakan bahwa jantungku memompa lebih cepat dari biasanya. harusnya aku berbahagia, harusnya aku mengatakan "iya" tanpa berpikir apa-apa lagi, kau tahu, momen seperti ini begitu kuinginkan sejak kau memutuskan menjauh dariku untuk segala hal. tapi aku tak ingin menjawabnya, kusadari bahwa ini konyol. maksudku, pertanyaanmu sangat konyol. aku menyadarinya, sungguh. bahwa kau sedang tak baik, lagi, lagi, lagi, dan lagi. kau sedang kalut. aku hanya merasa sedih lantaran dari beberapa hari aku kerap memperhatikanmu dan sangat ingin mengatakan "tolonglah, kau harus berhenti terlihat menyedihkan untuk perempuan itu lagi."
setengah jam setelahnya kau meminta izin untuk meneleponku. masih dengan setengah sadar aku memastikan dan melonjak kaget ketika benar-benar menyadari bahwa suaramu tak seperti biasanya. maksudku, terdengar isakan, apakah kau menangis? yah, kau menangis. apakah kau benar-benar sedang tak baik? akhirnya, kupikir. segalanya lagi-lagi butuh waktu. aku bisa merasakan bahwa selama ini kau cukup bersabar. maksudku, ya tuhan, aku mengenalmu sebagai lelaki yang keras kepala. kau hebat, kau kuat, kau tangguh. aku hanya tak pernah membayangkan bisa mendengar kau menangis seperti bocah laki-laki yang kehilangan genggaman seorang ibu di tengah pasar. aku merasakan panik, sungguh. aku merasakan bingung, demi apapun, kepalaku benar-benar dipenuhi tanda tanya bagaimana cara menghadapimu, bagaimana cara meredakan tangis seseorang. tangismu. aku tak pernah dihadapkan pada situasi seperti ini. maksudku, biasanya hanya mom yang selalu menangis jika berhadapan denganku. entah itu di telepon ataupun setiap kali mengantarku ke bandara. satu-satunya yang selalu kulakukan untuk tangisan mom ialah menghindarinya. maksudku, aku selalu tanpa berpamitan meninggalkan mom di pintu masuk bandara. aku benci perpisahan yang selalu mom tunjukkan padaku.
kau kenapa? kupikir hanya itu yang bisa kulakukan; bertanya dan menunggu. kudengar napasmu makin sesak seiring tangisanmu yang makin pecah. kupikir sekuat hati kau menahan namun tak berhasil. hatiku ngilu, mataku seolah terbakar dan diam-diam aku pun menangis untukmu. kita akhirnya merasakan hal yang sama, berbagi perasaan yang sama. kusadari bahwa hanya perasaan terkutuk ini yang bisa kita bagi. dan aku sangat ingin memelukmu, menjadi kekuatan untukmu.
hingga pukul delapan pagi, aku masih mendengar suaramu sembari aku mengaduk kopi. aku merasa tak percaya kita sudah mengobrol selama enam jam. aku bahkan tak merasakan kantuk, sedikitpun. yah, maksudku ini menyenangkan. kupikir selama ini aku sudah mengenalmu lebih dari siapapun, namun nyatanya tidak. dadaku terasa penuh dan hangat dan percaya, aku bahagia di saat yang sama. aku merasa baru mengenalmu, dan demi apapun aku tak akan meninggalkanmu seperti perempuan-perempuan itu. sambil tertawa kukatakan bahwa kupikir aku bisa menulis satu novel untuk ceritamu. kita hanya perlu menunggu akhir ceritanya saja. lantas kau ikut tertawa.
jika ditanya saat itu juga, senin pagimu terbuat dari apa? maka akan kujawab kebahagiaan. aku melakukan hal-hal kecil yang nyatanya terasa istimewa. seperti mengganti seprei lamaku dengan seprei yang baru kubeli dan menyetrika pakaian sebelum berangkat ke kampus. kau tahu, selama dua tahun ini aku tak pernah menyetrika pakaian. aku terlalu malas untuk itu. aku bahkan tak peduli ketika seorang temanku meledek lantaran aku tak pernah menyetrika pakaian sebelum kukenakan. maksudku, tidak menyetrika pakaian, apakah itu hal aneh? aku hanya merasa sangat menggebu-gebu, seperti segala hal diciptakan untuk memberi kebahagiaan dan kekuatan. aku sangat bersyukur mengenalmu, aku menyayangimu. aku bahagia dengan hubungan baru kita. yah, akhirnya kau menawarkan diri untuk menjadi segalanya untukku. maksudku, kita sepakat untuk beberapa alasan bahwa kau bisa menjadi sahabat untukku, menjadi kakak lelakiku, dan bisa menjadi seseorang untuk mengobrolkan apa saja. karena kau tak bisa pergi begitu saja dariku, dan aku pun sama. karena kau merasa bahwa kita masih saling membutuhkan. karena kita akhirnya benar-benar menyadari bahwa kita tak bisa bersama dan tak bisa memaksakan. karena kau memintaku untuk membuang jauh perasaanku dan itu terasa sulit, tapi akan kucoba. kupikir tak ada salahnya dan tawaran diterima. yang akan kita lakukan adalah mencoba memperbaiki segalanya. yah, segalanya.
hingga pukul delapan pagi, aku masih mendengar suaramu sembari aku mengaduk kopi. aku merasa tak percaya kita sudah mengobrol selama enam jam. aku bahkan tak merasakan kantuk, sedikitpun. yah, maksudku ini menyenangkan. kupikir selama ini aku sudah mengenalmu lebih dari siapapun, namun nyatanya tidak. dadaku terasa penuh dan hangat dan percaya, aku bahagia di saat yang sama. aku merasa baru mengenalmu, dan demi apapun aku tak akan meninggalkanmu seperti perempuan-perempuan itu. sambil tertawa kukatakan bahwa kupikir aku bisa menulis satu novel untuk ceritamu. kita hanya perlu menunggu akhir ceritanya saja. lantas kau ikut tertawa.
jika ditanya saat itu juga, senin pagimu terbuat dari apa? maka akan kujawab kebahagiaan. aku melakukan hal-hal kecil yang nyatanya terasa istimewa. seperti mengganti seprei lamaku dengan seprei yang baru kubeli dan menyetrika pakaian sebelum berangkat ke kampus. kau tahu, selama dua tahun ini aku tak pernah menyetrika pakaian. aku terlalu malas untuk itu. aku bahkan tak peduli ketika seorang temanku meledek lantaran aku tak pernah menyetrika pakaian sebelum kukenakan. maksudku, tidak menyetrika pakaian, apakah itu hal aneh? aku hanya merasa sangat menggebu-gebu, seperti segala hal diciptakan untuk memberi kebahagiaan dan kekuatan. aku sangat bersyukur mengenalmu, aku menyayangimu. aku bahagia dengan hubungan baru kita. yah, akhirnya kau menawarkan diri untuk menjadi segalanya untukku. maksudku, kita sepakat untuk beberapa alasan bahwa kau bisa menjadi sahabat untukku, menjadi kakak lelakiku, dan bisa menjadi seseorang untuk mengobrolkan apa saja. karena kau tak bisa pergi begitu saja dariku, dan aku pun sama. karena kau merasa bahwa kita masih saling membutuhkan. karena kita akhirnya benar-benar menyadari bahwa kita tak bisa bersama dan tak bisa memaksakan. karena kau memintaku untuk membuang jauh perasaanku dan itu terasa sulit, tapi akan kucoba. kupikir tak ada salahnya dan tawaran diterima. yang akan kita lakukan adalah mencoba memperbaiki segalanya. yah, segalanya.
dudul.