surat ke-84

(bogor, februari 2016)

aku ingin menghilang atau aku ingin menutup mulutmu dengan bibirku atau aku ingin menamparmu sekali saja. menyebut nama perempuan itu di setiap perbincangan kita yang bahkan membahas diriku membuatku muak, aku berteriak "hentikan! hentikan!" tapi hanya terdengar oleh telingaku sendiri. aku membencimu, yah ucapkan selamat untukku karena kau menginginkan ini sejak lama. kurasa kesabaranku menipis, lantas di dadaku terasa ada lubang yang besar. sangat besar. aku ingin kau mengisinya. cobalah sekali saja.

di dadamu juga ada lubang besar yang sama, aku tahu. berulang kali kucoba masuk ke sana tapi kau tak mengizinkan. lantas, jadi apa kau, aku sekarang? hanya seonggok daging dengan nama, itu saja. kenapa kita tak saling melengkapi? mengisi? dan mencoba bersisian?

amarahmu kerap meledak, kesedihanmu terkadang membuatku muak. dan aku ingin diberi penghargaan untuk setiap sel kesabaran dalam diriku menghadapimu, dan selalu menginginkan kebahagiaanmu. kebahagiaan dari seorang lelaki keras kepala yang tak pernah memandangku lebih. sekedar teman. ha! teman. teman biasa. kecewa. kecewa. aku menyedihkan, tapi kau lebih menyedihkan. aku ingin menghilang.

"we have a deal" katamu suatu malam. ha! omong kosong. aku tak mau tahu kesepakatan itu, aku ingin pura-pura lupa. aku ingin kau membusuk tapi aku juga ingin melihatmu bahagia, sekali saja. tolonglah, gunakan waktumu. "aku menyayangimu." tapi kau tak pernah tahu selama sebulan ini berapa kali aku mengatakan itu. yah, lantaran hanya kubisikkan di sela jemariku ketika mengetik namamu. kau tahu, beberapa hal memang sebaiknya tak perlu dikatakan. "aku menyayangimu." kau tak ingin itu dariku. aku bisa memberimu segalanya. tapi aku muak. aku ingin menghilang.

dudul.