dua malam yang lalu benar-benar menjengkelkan. aku menghubungimu lantaran perasaanku sedang tidak enak; merasa sedikit tertekan dengan masalah penelitian. tapi sepertinya kau juga sedang tidak dalam keadaan yang baik. aku menanyakan ada apa lagi dan kau menjawab bahwa kau sedikit kesal denganku. dan yeah, seperti bom waktu aku tiba-tiba seperti meledak dan mengeluarkan kalimat-kalimat yang membuatmu menjadi marah dan semakin kesal padaku. sejujurnya, aku sedikit bingung dengan hubungan macam apa yang kita jalani selama ini. maksudku, kita bukan "teman" seperti yang pernah kau katakan dan kita sepakati. lantas kau bilang sudahi saja dan aku tak bisa, ini sudah agak rumit.
kau tahu, aku berpikir bahwa saat ini kita sedang sama-sama terluka dan barangkali tak akan bagus untuk masing-masing kita jika berada di situasi seperti ini terus-menerus. jika kau bertanya apakah aku siap kehilangan kamu? jawabannya tentu saja tidak, aku tak pernah siap (tapi akan kucoba). apakah aku sedih memikirkan hal itu? ya. apakah aku muak? ya. apakah aku menyayangimu? ya, tapi bagimu itu hanyalah omong kosong. bahwa aku tak pernah berarti apa-apa. aku lemah dan hanya tahu menangis, ya. terserah apa katamu.
aku sudah bosan membahas hal yang sama bahwa aku seakan-akan tahu semua hal tentangmu padahal bagimu aku tak tahu apa-apa. tapi apakah kau pernah memberiku kesempatan? tidak. aku memang tak tahu apa-apa tentangmu kecuali perempuan sok dewasa--yang selalu kau banggakan--yang meninggalkanmu begitu saja dan melanjutkan hidup bahagia seolah kau tak pernah ada. dan kau tak pernah mengerti dan tak mau tahu perasaanku sama sekali. yeah, perempuan itu membuatmu menjadi manusia yang lebih baik. tapi kau tahu, kapasitasnya hanya sebatas itu. aku hanya tahu bahwa perasaan ketika ditinggalkan betul-betul buruk. aku tahu rasanya dan ingin menolongmu, setidaknya kau mempunyai seseorang untuk mengobrolkan apa saja.
akhirnya, aku merasa benar-benar terusir kali ini. tak ada yang bisa menolongmu, termasuk aku. tak ada yang bisa karena aku hanya perempuan sok tahu yang tak bisa berbuat apa-apa, katamu. kau mencoba menyebut nama perempuan lain yang sama halnya telah meninggalkanmu tapi aku muak dengan mereka, aku muak mendengar nama mereka. aku merasa seperti tempat sampah. aku tahu bahwa malam itu kau diselimuti kemarahan. seandainya aku sanggup mengulang waktu, aku tak akan membiarkan semua ini terjadi. apakah aku menyesali segalanya? ya. kali ini aku merasakan penyesalan yang sangat besar, bahwa membiarkanmu masuk ke kehidupanku adalah sebuah kesalahan.
sejak kejadian malam itu yang menurutku betul-betul buruk hingga malam ini aku merasakan sesak di dadaku. harusnya aku sedikit lega lantaran sejak malam itu telah kuputuskan bahwa aku akan pergi darimu tanpa menoleh lagi. tapi rasanya tak mudah. pagi kemarin aku duduk di pinggiran tempat tidurku dengan lengan bertumpu di kedua lututku aku menunduk menyandarkan kepala di lengan. aku diam beberapa menit sembari memikirkan apa yang telah kulakukan terhadapmu. aku masih saja merasa bersalah meski aku tak harus meraskan hal-hal semacam itu. terlebih aku merasa ketakutan, bahwa kau akan mengembalikan kupluk yang kupaketkan padamu minggu lalu dan kita benar-benar berakhir seperti ini. aku marah terhadap diriku sendiri terlebih terhadapmu.
aku merasakan hal yang sama hingga pagi tadi. lantas aku menyibukkan diri dengan membaca novel kemudian sedikit menggambar sesuatu. mencoba mengalihkan perhatian dan berharap perasaanku akan lebih baik. tapi aku tahu itu hanya sia-sia.
banyak hal yang tak bisa kujelaskan saat ini, perasaanku seolah terkunci di sebuah ruangan yang dipenuhi kejengahan dan membuatnya sesak. aku tak bisa mengalihkan perhatian dan pikiranku darimu dan tentu saja hal-hal lain yang menyebabkanku meledak-ledak malam itu. seolah aku hidup hanya untukmu. maka sebelum menulis surat ini, aku telah mengirimimu pesan permintaan maaf. ah betapa konyolnya aku. ketika kukatakan bahwa aku sakit hati setelah pertengkaran malam itu, yeah aku benar-benar sakit hati. apakah aku menginginkan hubungan kita kembali baik lagi? yeah. aku sangat ingin. bahwa sebulan ini aku benar-benar dipenuhi tekanan perihal kuliah. maafkan aku.
di luar hujan sedang menghantam jendela kamarku. aku membenci hujan, dan lebih memilih tidak mendengar suaranya dengan menutup jendela kamarku rapat-rapat. lalu mencoba menghangatkan diri dengan mengenakan kaos kaki, menutup sebagian tubuhku dengan selimut, melanjtukan membaca novel dan tentu saja sambil menunggu balasan permintaan maafku. meski aku ragu apakah kau akan membalasnya. aku tahu kali ini kau sangat marah padaku.
dudul.