aku masih begitu fasih merapal doa dan seribu pengharapan di sela jemari. ketika apa yang kunanti ialah seribu pelukan mengubah nyeri di dada menjadi tawa sewarna jingga. seakan tak lagi hadir tatap sendu di antara bulan-bulan yang lelah.
selalu ada hadir yang terabaikan; perihal langkah kaki yang tak pernah kau nanti, gerimis di ujung mata yang tak ingin kau tahu, dan sekejap tatap yang tak pernah berhak bahkan dari sepasang mata ayahmu.
kemudian, ada waktu di mana hati yang kujaga serupa jendela yang gemar menampakkan pekat; seakan segala isi doa bergemuruh mematahkan hati, dan aku seperti ditakdirkan untuk jatuh berkali-kali dalam keikhlasan.
kemudian, ada waktu di mana hati yang kujaga serupa jendela yang gemar menampakkan pekat; seakan segala isi doa bergemuruh mematahkan hati, dan aku seperti ditakdirkan untuk jatuh berkali-kali dalam keikhlasan.
terkadang, aku ingin menemukanmu di tubuh lain ketika keputusasaan tumpah di sudut kepala, tetapi tak ada yang menyerupai matamu. maka sekali lagi, seolah mengabadikan diri; kau hanya satu dan namamu tak akan pernah lepas dari doa.
_____
bogor
januari 2017