aku sedikit bingung bagaimana memulai surat kali ini. entah karena rasanya sudah lama tidak menulis surat untukmu ataukah kepalaku sedang dipenuhi banyak hal yang terkadang fokus ke satu hal terasa sangat sulit. kemarin pagi mom meneleponku, suaranya tidak seceria biasanya. terdengar sedang lelah dan benar saja, "mama capek." suara mom di ujung telepon terdengar putus asa. lantas membuatku berpikir banyak hal; aku tahu mom lelah, maksudku mom punya banyak beban yang lebih besar dibanding beban yang saat ini sedang kuperjuangkan. lantas tiba-tiba aku merasa gagal dan tidak berguna sebagai anak lantaran merasa belum bisa memberikan yang terbaik untuk mom. dadaku sesak, aku ingin menangis (lagi). demi apapun yang bisa kami lakukan hanyalah saling menguatkan dan meminta mom untuk bersabar sedikit lagi.
saban hari, barangkali beberapa minggu yang lalu, ketika seluruh isi kepala dan perasaanku tumpah dan kau mendengarkan di ujung telepon sana, ada sedikit kelegaan ketika akhirnya aku menangis sejadi-jadinya. meski beban dan segala macam yang mencekik tak pernah benar-benar pergi, terima kasih karena bersedia mendengarkan.
terakhir kali kita mengobrol malam kemarin, membicarakan hal-hal yang seharusnya sudah tidak perlu. terkadang aku sangat membenci ketika kita berdebat di telepon
tentang siapa yang egonya paling tinggi, maka akhir dari percakapan kita
ialah kau memutuskan untuk pergi. aku muak. kita sama-sama muak. demi apapun aku selalu menyukai kejujuran yang keluar dari mulutmu, selalu berhasil membunuhku. kau pria brengsek, lantas aku juga brengsek lantaran selalu jatuh cinta karena sepasang matamu itu.
pagi pukul sembilan ketika aku terbangun dengan mata basah juga bengkak dan mengingat bahwa semalam aku tertidur setelah menangisi kita, aku
menyadari bahwa hujan di luar sana masih turun sejak semalam. lantas aku
mencari kontakmu di handphoneku, memencet tombol panggil tetapi
seperti biasa kau lagi-lagi tak bisa dihubungi. yeah, aku sekedar ingin memberitahumu bahwa
aku memimpikanmu pergi, maksudku benar-benar "pergi", seperti
memerankan sebuah drama bahwa kau mati di hadapanku dan aku tak bisa
berbuat apa-apa selain menangisimu. aku membenamkan wajah di seprai,
mencium wangi samar bunga lily dari laundry langgananku. tetapi ketakutan punya caranya sendiri untuk memunculkan diri di kepalaku.
hingga surat ini kutulis aku masih menunggumu. maksudku, aku memang selalu menunggumu. pertanyaan, seperti "sampai kapan kita akan begini?" terasa tidak membutuhkan jawaban, lantaran kita memang tak pernah menemukan jawaban, bukan? kita sama-sama lelah. kau selalu ingin pergi, juga aku yang selalu memintamu untuk pergi. tetapi pada akhirnya kau selalu kembali.
hingga surat ini kutulis aku masih menunggumu. maksudku, aku memang selalu menunggumu. pertanyaan, seperti "sampai kapan kita akan begini?" terasa tidak membutuhkan jawaban, lantaran kita memang tak pernah menemukan jawaban, bukan? kita sama-sama lelah. kau selalu ingin pergi, juga aku yang selalu memintamu untuk pergi. tetapi pada akhirnya kau selalu kembali.
kau tahu, beberapa hari ini aku selalu memikirkan akan mengunjungi kotamu lagi. kurasa aku merindukan rumahmu.
dudul.