tiga minggu yang lalu saya berkemas, memasukkan semua barang-barang saya ke dalam beberapa kardus persegi, seolah seluruh hidup saya berada di sana, seolah saya mempunyai tujuan. lantas setelah berkemas selama beberapa hari, saya kemudian pulang ke makassar dan berharap bahwa semoga di sana akan lebih baik. karena terkadang saya merasa bahwa apa yang telah saya lakukan hingga detik ini adalah sia-sia. saya seperti terus mencari apa-apa yang disebut rumah, kebahagiaan, atau seseorang yang bisa kusebut rumah.
hingga pada suatu malam saya memilih mengunci diri di dalam kamar. seolah semua yang ada di luar sana menuntut dan membuat saya takut. lantas perasaan-perasaan sesak hingga apa yang telah kulabeli sebagai rumah selama ini tak lagi terasa rumah. saya seolah mempunyai kehidupan lain yang menunggu untuk kuhampiri. tapi kapan?
maka kubiarkan diriku memiliki waktu sebanyak yang saya mau untuk mengasihani diri sendiri. untuk berduka untuk apa saja yang kurasa sulit untuk kumiliki saat ini. seolah di hari esok tidak akan ada lagi tekanan, bahwa saya harus melanjutkan hidup.
berbicara tentang berduka, hari ini saya memutuskan kembali ke bogor, setelah renungan panjang berhari-hari. lantas setelah merebahkan diri di atas kasur, saya tersadar bahwa hari ini adalah hari kepergian ibumu, setahun yang lalu. waktu bergerak begitu cepat. saya seperti kembali pada hari itu, tangisan, hujan, perjalanan yang terburu-buru, dan tiket kereta terakhir. semuanya seolah menarik saya kembali padamu; merasakan keriuhan rumahmu oleh tangisan; kepedihan pada matamu, yang bahkan tak bisa kusentuh, sekalipun melalui sebuah pelukan singkat di stasiun.
akhirnya, kita berpisah dengan kedukaan masing-masing. kau berduka atas kepergian ibumu, dan saya berduka atas dua hal; kepergian ibumu dan sebuah firasat bahwa kita tidak akan bertemu lagi.
dudul.