sepertinya sudah lama saya tidak menulis surat untukmu. meskipun kau tidak peduli dan tidak pernah mau tahu. kebiasaan seperti ini terasa sulit untuk kuhentikan, padahal selama ini saya selalu memikirkan untuk menulis lagi. saya tidak ingin menanyakan kabarmu kali ini, saya tidak ingin merusak suasana apapun. perasaanku sedang tidak baik.
yeah, kupikir perasaanku tak pernah baik sejak beberapa tahun yang lalu. entahlah, barangkali puncaknya adalah ketika saya mengetahui kau akhirnya ingin menikah dan setelah kabar itu saya seperti tak tahu lagi perasaan seperti apa yang kupunya untuk seseorang di sekelilingku. saya merasa tidak berada di tempat yang seharusnya.
sudah sebulan saya berada di makassar dan berada di sini membuatku tertekan lebih sering dibanding ketika berada di bogor. sejak akhir tahun lalu, tepatnya desember, saya diterima bekerja sebagai seorang penulis artikel produk rumah tangga. upahnya lumayan cukup untuk memenuhi hasrat dalam berbelanja novel-novel incaranku setiap bulan. akan tetapi, tetap saja saya merasa itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan yang lain. mencari pekerjaan dan dianggap mapan tidak pernah mudah. sampai saat ini saya masih mencari ke mana saja. asal bisa dianggap berkecukupan. ah, hidup tak pernah semulus yang sering saya dan orang-orang bayangkan.
tuntutan menikah juga tidak berhenti. seolah hidup hanya untuk menikah, melahirkan, mengurus rumah, suami, dan sebagainya. saya muak dan merasa tak berguna di saat yang sama. tetapi setelah melihat dad jatuh sakit malam ini setelah mengangkat sofa ruang tamu, saya jadi berpikir, apakah memang sudah waktunya untuk tidak mementingkan ego dan mendengar mereka yang sudah sangat ingin melihatku menikah? air mata saya hampir jatuh melihat dad tak berdaya.
mereka hanya tidak tahu, bahwa kecemasan di kepalaku seperti gemuruh yang mengharapkan hujan. barangkali, saya adalah contoh perempuan yang tidak berarti apa-apa, tidak berguna dan tentu saja tidak diharapkan.
dudul.