surat ke-119

(makassar, oktober 2021)

dingin dari bir yang kuteguk masih terasa ditenggorokanku. sejam yang lalu saya melalui saat-saat yang lumayan menghibur sekaligus memuaskan. sekaleng bir itu terasa sangat melegakan ketika melesak turun. seperti ada kelegaan tersendiri yang membuatnya nikmat. barangkali karena beberapa hari ini perasaan saya sedang tidak baik. seperti perih pada luka yang sakitnya muncul dan menghilang. terlebih ketika saya terdiam tanpa aktivitas, kadang perih itu muncul tanpa peringatan, melompat dan melompat dan melompat tanpa henti seperti bocah di taman bermain.

dua hari yang lalu ketika saya sedang bersantai di depan laptop, tiba-tiba telepon genggam saya berdering. kupikir yang menelepon adalah adikku karena pesannya lama tidak kubalas. saya tidak menunggu lama untuk menjawabnya, kira-kira di dering kedua. sedikit kaget bahwa suara di seberang sana terdengar asing. namun, sedetik kemudian kukenali bahwa suara itu adalah milikmu. terdengar terburu-buru dan tidak terkontrol.

suaramu yang ringan dan renyah seolah tak bisa kukenali lagi. saya tidak bisa lagi membayangkan bermanja di antara kapas-kapas ketika mendengarnya malam itu. egomu seolah terlukai. kau berlagak menjadi laki-laki korban pengkhianatan padahal kau hanyalah seorang yang brengsek yang tidak ingin mengakui kesalahan. yang kau tahu hanyalah menyalahkan orang lain atas hal-hal buruk yang menimpamu. seolah-olah kesadaranmu tidak pada tempatnya. hanya ada amarah, makian, dan waktu berlalu terasa begitu cepat. sejujrunya, saya tidak bisa mencerna segala yang kau katakan, tapi semua yang kau lontarkan malam itu otomatis tersimpan dengan baik di hati dan kepalaku. sejujurnya, saya kaget dan segala kata-kata buruk itu akhirnya membuat lubang di dadaku dan kini tersimpan selamanya. mereka terngiang dengan bebas pada beberapa waktu yang tak kukehendaki.

malam itu, kau meledak bersamaan dengan meledaknya jerawat di ujung bibirku. darah, busuk, dan sedikit perih. ia seolah menegaskan kehadiranmu yang tak pernah lagi kupedulikan. lama-lama perihnya semakin terasa. ada cairan yang lengket ketika kuraba. tidak nyaman dan mengganggu. beberapa menit kemudian, sembari masih mendengarmu memojokkanku, saya membayangkan saat-saat menyenangkan yang pernah kita lewati di masa lalu. namun, hatimu seolah-olah sudah tertutup. tak ada satu adegan pun yang kau ingat. selain satu hal yang kau anggap adalah kesalahanku. bagimu, semua adalah kesalahanku. hatimu batu.

saya tidak ingin menyinggung tentang kesalahanmu, saya cukup tahu saja bahwa egomu semakin membesar sejak kuputuskan untuk meninggalkanmu. kau berubah menjadi pribadi yang buruk, atau sifat aslimu memang seperti itu? saya tak pernah memahaminya. kini saya melihatmu sebagai seseorang yang sudah tidak berarti lagi. seperti ada penyesalan terdalam yang kurasakan ketika ingatanku melesak jauh ke belakang.

untuk sesuatu yang penting, jauh hari, kita terbiasa merencanakan segalanya. perencanaan yang baik akan membuat segalanya terasa sempurna, meski sebenarnya ada bagian kecil yang tak terlihat, yang bisa jadi merupakan celah untuk sebuah tombol kewaspadaan bahwa segalanya bisa berubah sewaktu-waktu. keadaan tak selalu berpihak. andai setahun lalu, saya menyadari tentang tombol waspada itu, barangkali semua ini tidak akan terjadi. saya sudah memperlakukanmu terlalu baik selama ini. kuberi kau keuntungan dengan keraguan, lagi dan lagi. setiap kali kau mengatakan hal yang bodoh, kupikir "dia memang bodoh.". dan ternyata saya benar. hidupmu penuh drama dan kebohongan hanya untuk membuat seseorang percaya kepadamu.

kau tak memberiku izin untuk bicara, kau masih saja dengan amarahmu yang tak berbatas. suaraku lirih dan parau di ujung sini tapi tak kau sadari lantaran kau menutup telinga untuk semua pembelaan yang kukatakan. malam itu, kau bermahkota kebencian. lantas tak ada yang bisa kulakukan selain mendengar dan menunggu hingga kau puas. ketika surat ini kutulis, akhirnya saya menyadari bahwa jika saja saya melawanmu malam itu, maka saya tidak ada bedanya denganmu. bersyukur bahwa saya hanya menjadi pendengar.

setelah malam itu, saya diliputi perasaan-perasaan yang sulit kujelaskan. bersamaan dengan itu, saya memikirkan apakah saya sudah melakukan hal yang paling buruk? nyatanya hampir semua kelakuanmu juga buruk di mataku. jadi, di antara kita siapa yang lebih buruk?

saya tidak baik-baik saja. malam itu saya tidak bisa tertidur. pikiranku tak bisa diam. kadang menertawakan, kadang bersedih, kadang pula seolah tak imgin peduli. sejujurnya, di waktu-waktu tertentu saya menangis untuk itu. saya seolah tidak bisa mengelak dari berbagai perasaan yang tiba-tiba hadir. kau datang tiba-tiba dengan belati yang kau hunuskan.

saya seperti menghidupi banyak orang di kepalaku. tugas mereka adalah memberi saran dan tak jarang memerintah untuk melakukan ini itu. baru kali ini saya bersikap seperti ini. hanya saya dan orang-orang pemberi saran. ada satu yang menyuruhku memasukkanmu ke dalam kotak kebencian. saya setuju. maka kutarik sebuah kotak, kubuka dan kumasukkan kau ke sana bersama dengan semua kelakuan busukmu yang selalu kuingat. namun, di sisi lain ada saat kutarik kotak yang lain, lantas memasukkan bagian dirimu yang lain bersama dengan hal-hal baik yang pernah kutahu. tapi setelah kuperhatikan, jumlahnya tidak lebih banyak dari isi kotak kebencian. maka, kumasukkan saja seluruhnya ke satu kotak. kau bisa tebak kotak yang mana. saya tidak ingin menyisakan ruang untuk sesuatu yang tidak ada artinya.

sebuah mantra kurapal dalam hati, "saya tidak baik-baik saja, saya akan baik-baik saja." tapi saat ini saya tidak baik-baik saja, ketika saya memikirkanmu sepanjang hari, saya selalu bertanya-tanya apa yang ada di kepalamu. saya membayangkan memecahkan tengkorakmu. mengeluarkan otakmu dan mencari jawaban. apa yang kau pikirkan? bagaimana perasaanmu? dan apa yang telah kita lakukan terhadap satau sama lain? alih-alih merasa kecewa, saya malah bersyukur bisa lebih mengenalmu dengan cara seperti ini.

ada saat-saat saya menyesali segalanya, tapi terkadang saya pun seolah tidak ingin tahu lagi. pada saat-saat tertentu saya menganggapmu sebagai orang asing, semua hal-hal baik yang pernah kuusahakan seolah lenyap dari ingatanku. mungkin mereka ikut melesak ke dalam lubang di hatiku yang menganga. merek jatuh ke tempat yang paling dalam, gelap, dingin, dan terlupakan, hingga saya mengira semua itu tak pernah terjadi.

untuk saat ini, sepertinya saya berduka atas kematianmu. dan kupikir kau telah menjadi hantu yang berjaga di lorong-loorng kecil di dalam kepalaku. membuatku menjadi trauma untuk keluar dan memperbaiki beberapa hal yang seharusnya kulakukan agar menjadi lebih baik setelah kau pergi.

dua hari setelah kejadian itu, dengan sisa energi yang telah terkuras. saya melakukan aktivitas seperti biasa. berangkat ke kantor di pagi hari, lalu pulang ketika sore. bersamaan dengan itu saya melakukan upaya-upaya untuk memaafkanmu. meski sulit saya seolah-olah tidak ingin menyerah. saya membiarkanmu mengisi hari-hariku dengan cara lain. percayalah! memaafkan segalanya terasa sulit. namun, ketika kau telah sampai pada titik puncak, di mana segalanya tak lagi terasa sama. kau akan merasa lega, seperti apa yang kurasakan ketika menulis surat ini. pada akhirnya, saya lelah berpura-pura terlihat baik-baik saja. saya seolah ingin semua orang tahu bahwa saya merasakan kesedihan dan rapuh. tetapi di saat yang sama saya juga merasa sangat kuat. seperti ada bagian kecil di dalam tubuhku yang bertugas menyimpan energi besar yang selalu siap menghadapi kemungkinan terburuk.

saat ini saya sudah menganggapmu sebagai yang tak terlihat. namun. ketika tanpa sengaja kita berpapasan entah di sebuah kereta, halte, atau jalan kota, saya akan memperlakukanmu dengan baik sebagai orang asing. memberimu senyum kemudian sudah. sampai di situ saja. saya akan berlalu, pergi jauh selayaknya orang asing yang hanya akan ditemui sekali pada satu kesempatan. barangkali, pada mulanya saya menyimpan dendam untukmu. tapi saat ini, saya sudah mengikhlaskan segalanya. semua kelakuanmu telah kumaafkan karena tidak ada lagi yang bisa kulakukan selain itu. semoga kau juga bisa memaafkan segala hal buruk, yang tanpa sengaja kulakukan, yang telah membuatmu marah. untuk hal ini, saya bertanya-tanya, apakah Tuhan mau memaafkan kita, atas semua yang telah dilakukan?

dudul.