surat ke-123

 (makassar, juli 2022)

beberapa saat sebelum menulis ini, saya berbincang dengan seorang sahabat saya melalui pesan singkat. saya mengatakan kepadanya bahwa segala hal yang kualami dan kurasakan saat ini adalah hukuman. kau mungkin berpikir bahwa di masa lalu saya adalah seseorang yang begitu buruk. maksud saya, kuanggap semua ini adalah karma yang harus kujalani. dan saya seolah membiarkan semua itu memenuhi hidupku secara utuh, saya seolah ingin terlepas dari semua ketidakberesan yang pernah kujalani di masa lalu. banyak hal yang kurenungi belakangan ini.

berkali-kali saya menghela nafas panjang dan berat seumpama upaya untuk mengeluarkan beban yang mendiami paru-paruku untuk waktu yang lama. namun, semakin kukeluarkan, bukannya terasa ringan, malah terasa bertambah dan bertambah. apa yang salah? apa yang kucari? dengan cara apa kututup lubang yang menganga sepanjang waktu itu? sampai kapan harus mencari? banyak buku telah kubaca seolah tidak sepenuhnya membantu. sebuah konsep tentang "apa yang ditakdirkan untukmu tidak akan salah arah." telah menjadi guyonan. tak jarang saya bersikap skeptis dan memandang segala hal dengan sinis.

hasil dari renungan itu bermuara kepada membiarkan diriku dengan perasaan-perasaan yang menghimpit, membelenggu, dan menyesakkan. tak jarang hadir pemikiran yang mengganggu atas ketidaktahuan siapa yang pantas untukku dengan semua kesalahan-kesalahanku di masa lalu. aku membiarkan diriku dikuasai kesedihan hingga berkali-kali air mataku mencari jalannya sendiri, dan seolah penebusan atas kesalahan di masa lalu bahwa barangkali hidup adalah sebuah bayaran untuk perbuatan dan omongan yang menyakiti hati seseorang, ketika ego begitu menguasai.

pada sebuah acara festival penulis yang kuhadiri beberapa waktu lalu, saya telah bertemu banyak orang dengan pribadi yang beragam. pertemuan-pertemuan itu seolah menjadi bantuan untuk proses penyembuhan yang kujalani. saya banyak berbincang, mendengar, memerhatikan, berbicara, meresapi, berdoa dan terinspirasi oleh hal-hal baik, hingga akhirnya menambah daftar doa-doa panjang yang selalu kuminta hingga hari ini.

satu pasangan yang menginspirasi saya kali ini adalah pemilik toko buku dengan mimpi yang sederhana. bersama dan berbincang dengan mereka selama beberapa hari membuatku belajar bahwa hidup bersama seseorang harus didasari oleh kesabaran, saling memahami, saling mengasihi, penuh kelembutan atas perlakuan dan ucapan, serta memiliki komitmen dan tujuan yang sama. salah satu tambahan doaku kepada sang maha mendengar adalah saya menginginkan pasangan hidup yang ketika bersama dengannya saya tidak takut bermimpi. saya begitu tergoda dan mendambakan hubungan seperti mereka. meski saya menyadari, bahwa cinta bisa saja memudar dan merasa bosan.

cinta yang memudar kupelajari dari pasangan yang sangat dekat denganku. mom dan dad. hampir setiap hari saya mendengar pertengkaran kecil di antara mereka lalu kembali tertawa untuk hal-hal yang patut ditertawakan. kemudian berdebat lagi untuk hal-hal sepele. seolah sudah tidak ada lagi kecocokan. ketika mendengar perdebatan mereka, saya memikirkan tentang cinta yang memudar. cinta yang sudah tidak sehangat pertama kali. cinta yang telah berubah, lantas hanya berisi komitmen, janji, dan kesetiaan untuk selalu bersama di tengah suka duka hidup yang terkadang tak bersahabat. mom pernah mengatakan begini, "kita sudah pernah melewati fase penuh cinta dan kemesraan. usia sudah tidak muda lagi, sekarang saatnya untuk kita saling berangkulan dengan penuh pemahaman, mengesampingkan ego dan cinta yang, barangkali, sudah tidak sebesar dulu.". kalimat-kalimat itu selalu tersimpan di kepala saya. mungkin akan kujadikan bekal, kelak.

pada pertemuan pertamaku dengan seorang editor buku, yang selama ini kami hanya saling kenal melalui media sosial, beliau melontarkan pertanyaan yang begitu mendalam, "bagaimana kabar jiwa dan raga?" saya menjawabnya sambil tertawa, "raga saya sehat, tapi entahlah dengan jiwa saya." saya menunggunya merespon, saya takut menambahkan lantaran bisa saja akan menjadi obrolan panjang dan tidak enak jika akhirnya saya harus menangis di tempat umum di antara banyak orang yang berlalu lalang. beliau hanya menimpali, "tidak apa-apa. jangan dipaksa. semua adalah proses." hanya saja, saya tidak menyangka bahwa pertemuan yang berharga itu begitu memengaruhi saya dengan cara yang baik.

juga pada sebuah sesi diskusi oleh salah satu penulis yang tulisan perjalanannya begitu kukagumi, ada suatu waktu ketika beliau berbicara tentang penyembuhan diri. saya begitu memerhatikan setiap kalimat yang diucapkan hingga tidak menyadari bahwa air mataku sudah menitik. tanpa bisa kuhalangi, saya akhirnya menangis di tempat umum. kerapuhanku terasa begitu nyata saat itu. saya berharap tidak ada yang memerhatikan.

pertemuan-pertemuan itu terasa begitu nyaman. membuatku betah berlama-lama di antara kerumunan yang memeluk hangat. perbincangan dengan kak theo juga selalu membekas di ingatanku hingga hari ini. di hari pertama kami bertemu serta merta saya dihadiahi percakapan-percakapan yang dalam dan intim. tidak lupa beribu pelukan yang sudah kurindukan lama. seperti pertemuan dengan cinta yang telah lama kunanti. banyak hal yang kupelajari dari kak theo, caranya memandang, berbicara, segalanya penuh perhatian dan keintiman. setiap kali bersamanya saya seperti dihargai, dipeluk.

hari itu matahari baru saja tenggelam, di antara kerumunan saya berbincang-bincang dengan kak theo. ada satu hal yang seolah membuat kehimpitan perasaanku terbuka secara perlahan dan menghadirkan kelapangan. kira-kira seperti ini, ketika hidup bersama orang lain, ada aturan-aturan yang membuat kita terikat. ikatan itu adalah pengingat bahwa ego harus diredam. cobalah untuk berlapang dada dan menerima bahwa ada orang lain di sebelahmu. kau bisa saja hidup sendiri, itu adalah hal mudah untuk membiarkan egomu berkuasa. tetapi selama kau bersama orang lain, maka hidup harus dibagi dengan penerimaan dan komunikasi yang baik. kita harus selalu belajar melalui orang-orang yang hadir di hidup kita. kupikir, itu adalah momen-momen yang tidak bisa kulupakan dan akan terus tersimpan di ingatanku.

ada satu pertemuan yang terjadi di luar rencana, saya dan seorang sahabat lama juga berkesempatan bertemu pada suatu malam. seperti yang kukatakan bahwa pertemuan ini di luar rencana. ketika suasana festival sedang tidak bersahabat lantaran hujan tiba-tiba mengguyur, saya memutuskan untuk pulang saja. sembari menunggu hujan reda, saya dikirimi pesan oleh sahabat saya ini untuk bertemu. tanpa pikir panjang saya mengiyakan. layaknya sahabat lama yang jarang bertemu, kami menghabiskan beberapa jam untuk mengobrol. obrolan kami baru terhenti ketika seorang barista datang menghampiri dan mengatakan bahwa sebentar lagi toko akan tutup.

pembicaraan masa-masa yang telah lewat adalah santapan yang gurih dan menyenangkan untuk dikorek. sekadar untuk ditertawai dan tak jarang ditangisi. selain membicarakan kisah cinta orang lain, kami juga  membicarakan kisah cinta masing-masing kami di masa lalu, yang bisa dikatakan berakhir pilu dan menjengkelkan. satu hal yang paling membekas dari malam itu adalah begini, barangkali kita terlalu percaya diri bahwa orang yang bersama kita pada saat itu adalah takdir kita, tujuan kita. kita seolah lupa bahwa ada Allah yang maha mengetahui segalanya. kita terlalu angkuh dengan keyakinan kita sehingga lupa bahwa masa depan tidak bisa ditebak. barangkali perpisahan dengan seseorang itu adalah sentilan dariNya. seharusnya, yang bisa kita lakukan adalah berdoa dan berserah.

satu hal yang juga kulakukan untuk seseorang. jadi, suatu siang saya menonton sebuah video di salah satu kanal youtube, orang di video tersebut baru saja kehilangan pasangan hidup yang telah bersamanya selama kurang lebih tiga tahun. yang bisa kurasakan dari video itu adalah tentang cinta yang besar dan sepasang, lantas harus berjalan pincang. ada kesedihan pada cinta yang besar itu. tetapi di saat yang sama ada kekuatan yang menyertainya.

sama seperti orang di video itu, saat ini saya punya rasa cinta yang besar, tetapi tidak tahu cinta kali ini harus kucurahkan ke mana dan kepada siapa. dan saya selalu mengingat seseorang. saya pernah mengatakan kepadanya, "just stay there! kamu hidup dan bahagia saja sudah cukup.". cinta kali ini saya banyak belajar. tidak marah, tidak memaksa, hanya membiarkannya hadir. cinta kali ini saya lebih mengenal diri sendiri. tentang kesabaran, keikhlasan, dan berusaha untuk mengenal keinginan Allah atas kehidupan saya ke depannya. kontribusi apa yang bisa kulakukan dengan cinta sebesar itu? bahkan Allah lebih dekat daripada urat leher kita. jadi, tidak ada alasan untuk tidak berdoa dan meminta kepadaNya.


nila.